humaniora
Home » Tangis Santri, Doa Ulama: Kepergian Gus Alam, Ulama Muda yang Menyatukan Pesantren dan Parlemen

Tangis Santri, Doa Ulama: Kepergian Gus Alam, Ulama Muda yang Menyatukan Pesantren dan Parlemen

Kendal, Cakrawala – Pagi yang sunyi di Kaliwungu mendadak penuh isak. Kabar berpulangnya KH. Alamuddin Dimyati Rois—akrab disapa Gus Alam—menggema sejak pukul 06.15 WIB melalui grup WhatsApp para wartawan. Sosok anggota DPR RI dari Fraksi PKB itu juga dikenal luas sebagai pengasuh Pondok Pesantren Al-Fadlu Wal Fadhilah, Kaliwungu, Kendal.

Wafatnya Gus Alam menyusul kecelakaan tragis di Tol Pemalang-Batang pada Jumat dini hari, 2 Mei 2025. Setelah sempat dirawat intensif di RSU Budi Rahayu Pekalongan, ia akhirnya menghembuskan napas terakhir pada Selasa pagi. Jenazah diantar ke rumah duka dengan mobil jenazah bernopol G 9238 MA sekitar pukul 10.00 WIB, dan langsung dimandikan di kediaman almarhum, Jagalan, Kaliwungu.

Pelepasan dengan Air Mata dan Doa

Masjid Besar Al-Muttaqin, yang selama ini menjadi pusat kegiatan keagamaan di Kaliwungu, menjadi saksi prosesi salat jenazah untuk Gus Alam. Ribuan pelayat dari berbagai daerah memadati masjid sejak pagi. Mereka adalah santri, alumni, masyarakat, dan rekan sejawat di dunia politik dan pesantren.

Tampak hadir para tokoh penting seperti Ganjar Pranowo (mantan Gubernur Jateng), Taj Yasin Maemoen (Wakil Gubernur Jateng), H. Murdoko, serta KH. Yusuf Chudlori, pengasuh Pondok Pesantren API Tegalrejo, Magelang. Beberapa tokoh nasional dari berbagai fraksi dan ormas Islam juga terlihat datang memberikan penghormatan terakhir.

Jenazah Gus Alam kemudian dimakamkan usai salat Ashar, di kompleks Pondok Pesantren Al-Fadlu 2 Brangsong, tepat di samping makam sang ayahanda, KH. Dimyati Rois—seorang ulama kharismatik yang juga guru bagi banyak tokoh NU dan politisi.

Proyek Kejar Tayang Kopdes Merah Putih dan PP Era Jokowi Dibatalkan Mahkamah Agung

Kesedihan Para Santri: Ditinggal Sang Pengasuh

Di balik keheningan suasana duka, terlihat jelas kesedihan mendalam di wajah para santri. Banyak yang tak kuasa menahan tangis saat jenazah tiba di pondok. Gus Alam bukan hanya pengasuh dan guru, tapi juga ayah kedua bagi mereka. Ia dikenal dekat dengan para santri, kerap turun langsung mengajar, menemani pengajian malam, bahkan menyapa santri satu per satu dalam kegiatan harian.

“Beliau itu bukan hanya kiai, tapi orang tua yang mengayomi kami dengan lembut,” ujar salah satu santri senior dengan mata sembab.

Ketidakhadiran Gus Alam menjadi pukulan besar, terutama bagi para santri yang baru masuk dan baru mulai mengenal suasana pesantren. Beberapa di antaranya bahkan menuturkan kegelisahan akan siapa yang akan melanjutkan kepemimpinan ruhiyah di pesantren yang kini telah tumbuh menjadi salah satu pusat pendidikan Islam penting di Jawa Tengah.

Jejak Pengabdian Ulama Parlemen

Gus Alam dikenal luas sebagai jembatan antara dunia pesantren dan politik. Duduk sebagai anggota DPR RI sejak 2009, ia membawa misi pesantren ke dalam kebijakan nasional—terutama dalam isu keagamaan, pendidikan, dan perlindungan sosial. Gaya bicaranya tenang, santun, dan jarang menyerang lawan politik. Hal ini membuatnya dihormati di berbagai kalangan.

Meski aktif di Senayan, Gus Alam tak pernah melupakan pesantren. Setiap akhir pekan, ia selalu kembali ke Kaliwungu, memimpin pengajian, menyapa para santri, dan berdiskusi dengan para kiai setempat.

Mengungkap Tabir Kecurangan Beras Premium: Ancaman Tersembunyi di Balik Piring Nasi Kita

Kini, dunia pesantren dan parlemen kehilangan salah satu putra terbaiknya. Sosok yang berhasil menghidupkan tradisi dan intelektualitas dalam satu tubuh. Namun semangat dan warisan perjuangannya akan terus hidup, dalam doa para santri dan kebijakan yang telah ia perjuangkan.