Artikel Opini Pilihan redaksi Regional
Home » Tanggul Tanjung Emas Kembali Jebol: Semarang Terus Dihantam Rob, Ini Akar Masalah dan Tantangan Penanganannya

Tanggul Tanjung Emas Kembali Jebol: Semarang Terus Dihantam Rob, Ini Akar Masalah dan Tantangan Penanganannya

SEMARANG, Cakrawala – Pelabuhan Tanjung Emas Semarang kembali menjadi sorotan setelah pagar batas laut di Pos 1 jebol pada Jumat, 23 Mei 2025, sekitar pukul 14.30 WIB. Insiden ini menyebabkan luapan air laut pasang (rob) yang signifikan, merendam sebagian area pelabuhan dan permukiman warga di Kelurahan Tanjungmas, Semarang Utara, dengan ketinggian air mencapai setengah meter. Aktivitas di kawasan berikat PT. Lamicitra Pelabuhan Tanjung Emas Semarang sempat lumpuh total, dan 40 kepala keluarga terdampak genangan air.

General Manager Pelindo Cabang Tanjung Emas, Hardianto, mengklarifikasi bahwa yang roboh adalah “pagar batas laut”, bukan tanggul utama, meskipun kejadian ini tetap menimbulkan dampak serius. Penyebab utama insiden ini diduga kuat adalah pasang air laut yang sangat tinggi dan kondisi cuaca ekstrem yang menimbulkan tekanan berlebihan pada struktur penahan.

Sejarah Rob yang Berulang

Peristiwa jebolnya pagar batas laut ini bukanlah yang pertama. Tiga tahun sebelumnya, pada Senin, 23 Mei 2022, dua titik tanggul di Pelabuhan Tanjung Emas juga jebol, menyebabkan delapan titik terendam banjir dan melumpuhkan aktivitas pelabuhan. Data dari BPBD Jawa Tengah menunjukkan bahwa rob pada tahun 2022 lebih besar dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, dipicu oleh puncak pasang air laut yang tinggi dan gelombang sedang. Pola berulang pada tanggal dan bulan yang sama (23 Mei) mengindikasikan adanya siklus musiman atau pasang surut ekstrem yang perlu diantisipasi lebih akurat.

Akar Masalah: Penurunan Tanah dan Kenaikan Muka Air Laut

Proyek Kejar Tayang Kopdes Merah Putih dan PP Era Jokowi Dibatalkan Mahkamah Agung

Permasalahan rob di Semarang, khususnya di Tanjung Emas, merupakan hasil interaksi kompleks dari beberapa faktor, baik alami maupun ulah manusia. Faktor paling dominan adalah penurunan muka tanah (land subsidence). Semarang disebut sebagai kota dengan laju penurunan tanah tercepat kedua di dunia, mencapai 10-20 sentimeter per tahun di beberapa area pesisir. Laju ini jauh melebihi kenaikan muka air laut global, membuat tanggul yang dibangun tinggi sekalipun menjadi kurang efektif dalam waktu singkat karena permukaan tanah di belakangnya terus turun.

Penurunan muka tanah ini disebabkan oleh eksploitasi air tanah berlebihan untuk industri dan permukiman, beban bangunan dan infrastruktur di atas tanah aluvial muda yang belum terkonsolidasi, serta aktivitas tektonik. Selain itu, kenaikan muka air laut (sea level rise) akibat perubahan iklim global juga memperburuk frekuensi dan intensitas rob, meskipun lajunya lebih rendah dibandingkan penurunan tanah. Kombinasi kedua fenomena ini menciptakan efek ganda yang memperparah kondisi pesisir.

Faktor lain yang berkontribusi adalah kualitas konstruksi dan pemeliharaan tanggul yang belum optimal, serta sistem drainase yang kurang terintegrasi, tersumbat sampah, dan kurang terawat.

Tantangan Non-Teknis dan Sosial

Di luar aspek teknis, penanganan rob juga menghadapi tantangan besar. Sistem peringatan dini BMKG, meskipun ada, dinilai belum optimal dalam sosialisasi dan penyampaian informasi kepada masyarakat. Video yang menunjukkan pekerja berlarian saat tanggul jebol mengindikasikan bahwa peringatan tidak berjalan efektif.

Mengungkap Tabir Kecurangan Beras Premium: Ancaman Tersembunyi di Balik Piring Nasi Kita

Selain itu, resistensi masyarakat terhadap relokasi dan tuntutan ganti rugi menjadi hambatan sosial. Proyek infrastruktur besar seperti tol tanggul laut Semarang-Demak juga menimbulkan dampak lingkungan dan sosial, seperti kerusakan 46 hektar hutan mangrove dan ancaman terhadap mata pencarian warga tambak. Keterbatasan sumber daya dan koordinasi antarlembaga juga masih menjadi kendala dalam implementasi kebijakan.

Upaya Pemerintah dari Masa ke Masa

Pemerintah, baik pusat maupun daerah, telah melakukan berbagai upaya. Regulasi seperti Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 14 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah dan Nomor 7 Tahun 2014 tentang Rencana Induk Sistem Drainase telah mengamanatkan berbagai program penanganan.

Pada era Gubernur Ganjar Pranowo (2013-2023), penanganan rob dan banjir pesisir Jawa Tengah dinyatakan “sudah on the track“, dengan penekanan pada pendekatan terintegrasi dari hulu hingga hilir. Pemprov Jateng bahkan mengajukan dana sekitar Rp3 triliun kepada pemerintah pusat untuk penanganan rob di sepanjang Pantura.

Di bawah kepemimpinan Wali Kota Hevearita Gunaryanti Rahayu (2022-2025), penanganan banjir dan rob menunjukkan perbaikan nyata, dengan alokasi anggaran besar untuk normalisasi sungai dan pembenahan drainase. Namun, percepatan normalisasi Kali Plumbon, Kali Tenggang, dan Kali Sringin, serta penyelesaian tanggul laut Semarang-Demak dan pembangunan waduk 100 hektar di Genuk, masih menjadi catatan.

K Fitness Perkuat Eksistensi di Semarang: Cabang Hasanudin Resmi Dibuka dengan Inovasi dan Layanan Kelas Dunia

Pemerintah juga meluncurkan proyek-proyek strategis, seperti Tanggul Laut Tambak Lorok senilai Rp386 miliar yang ditargetkan rampung Agustus 2024, bertujuan mengendalikan rob dan menata kampung nelayan. Selain itu, rencana pembangunan Tol Tanggul Laut Semarang-Demak (Giant Sea Wall) yang terintegrasi sebagai jalan tol dan penghalang air laut, merupakan Proyek Strategis Nasional (PSN) dengan dukungan konstruksi pemerintah sebesar Rp9,7 triliun. Proyek ini juga akan dilengkapi kolam retensi di Genuk untuk mengurangi ekstraksi air tanah.

Saat insiden terjadi, respons darurat segera dilakukan oleh Pelindo dan BPBD dengan menggunakan karung pasir dan kontainer untuk melokalisir penyebaran air, serta pengecoran di belakang lapisan yang kokoh. Perbaikan jangka panjang direncanakan dengan peninggian tanggul.

Masukan untuk Pemerintah Saat Ini

Melihat kompleksitas masalah, para ahli dan pengamat memberikan beberapa masukan strategis:

  1. Pendekatan Holistik dan Terintegrasi: Penanganan rob harus melibatkan sinergi lintas sektor dari hulu hingga hilir, dengan koordinasi yang lebih baik antar kementerian dan lembaga. Pembentukan otorita khusus dapat menyelaraskan berbagai program.
  2. Prioritaskan Mitigasi Penurunan Muka Tanah: Ini adalah kunci. Pemerintah perlu mengendalikan eksploitasi air tanah berlebihan melalui penyediaan air baku alternatif, pengetatan regulasi izin pengambilan air tanah, serta mendorong injeksi air tanah dan pembangunan sumur resapan. Perencanaan tata ruang juga harus mempertimbangkan karakteristik geologi tanah lunak.
  3. Peningkatan Kualitas Infrastruktur dan Manajemen Bencana: Audit menyeluruh tanggul dan bangunan pesisir untuk memastikan kualitas konstruksi. Optimalisasi sistem polder dan drainase melalui pemeliharaan rutin, pengerukan, dan peningkatan kapasitas pompa. Penguatan sistem peringatan dini dan edukasi masyarakat juga krusial agar warga lebih siap dan tanggap.
  4. Pendekatan Berbasis Komunitas dan Lingkungan: Melibatkan partisipasi aktif masyarakat terdampak dalam perencanaan dan implementasi kebijakan. Selain itu, mengintegrasikan solusi berbasis alam seperti konservasi dan restorasi hutan mangrove sebagai penahan alami gelombang.
  5. Keberlanjutan Pendanaan dan Tata Kelola: Mencari skema pembiayaan inovatif yang melibatkan sektor swasta dan kemitraan publik-swasta untuk memastikan keberlanjutan proyek jangka panjang. Evaluasi kebijakan secara berkala juga diperlukan untuk adaptasi terhadap perubahan lingkungan strategis.

Penanganan rob di Tanjung Emas Semarang membutuhkan komitmen jangka panjang dan sinergi berbagai pihak. Fokus pada akar masalah, yaitu penurunan muka tanah, sambil terus memperkuat infrastruktur dan kapasitas adaptasi komunitas, akan menjadi kunci keberhasilan dalam membangun ketahanan Semarang di masa depan.

Simak pembahasan masalah jebolnya pagar pembatas di Tanjungmas Semarang pada media dibawah ini: