Analisis Politik Opini Pilihan redaksi
Home » Sikap PDIP Tarik Kader dari Retret Jadi Tradisi Baru Oposisi

Sikap PDIP Tarik Kader dari Retret Jadi Tradisi Baru Oposisi

Benediktus Danang Setianto

SEMARANG (Cakrawala) – Ditahannya Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus Harun Masiku, menandai naiknya suhu politik nasional.

Peristiwa itu oleh PDIP dijawab dengan sikap politis yang tegas, dimana Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri serta merta menarik seluruh kadernya yang baru dilantik sebagai gubernur, bupati, dan wali kota dari kegiatan retret yang diselenggarakan oleh pemerintah.

Dosen Ilmu Hukum Universitas Soegijapranata, Semarang, Benediktus Danang Setianto menilai keputusan PDIP ini menimbulkan pro dan kontra. Pihak yang kontra berpendapat bahwa tindakan tersebut berlebihan, mengingat kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat dan seharusnya mengutamakan kepentingan publik di atas kepentingan partai.

“Apalagi dalam Pilkada, sering kali ada koalisi dengan partai lain. Tindakan boikot terhadap Retret bisa dianggap mencederai amanat rakyat yang memilih mereka,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Jumat 21 Februar 2025.

Namun, di sisi lain, PDIP melihat bahwa jalannya pemerintahan saat ini telah menyimpang dari etika dan moral politik yang seharusnya dijunjung tinggi. PDIP menegaskan bahwa langkah menarik kadernya dari Retret adalah bentuk sikap kritis terhadap kebijakan pemerintah.

Proyek Kejar Tayang Kopdes Merah Putih dan PP Era Jokowi Dibatalkan Mahkamah Agung

Selama ini, PDIP menyatakan selalu mendukung penegakan hukum terhadap kadernya yang terbukti korupsi. Namun, dalam kasus ini, partai berlambang banteng tersebut memandang bahwa posisi Sekjen PDIP bukanlah pejabat pemerintah, dan jika pun terbukti bersalah, tidak ada unsur kerugian negara yang menjadi syarat dalam tindak pidana korupsi.

“PDIP mungkin melihat ini sebagai upaya pembungkaman politik melalui jalur hukum. Maka, mereka membalasnya dengan tindakan politik, yakni menarik kadernya dari Retret,” ungkap Benedictus, yang juga merupakan pendiri Jateng Corruption Watch.

Tradisi Baru Oposisi

Menurut Benedictus, keputusan PDIP ini berpotensi membentuk tradisi baru dalam demokrasi Indonesia, yakni keberadaan oposisi yang secara terstruktur dan sistematis mengkritisi kebijakan pemerintah dari luar kekuasaan.

“Langkah PDIP ini bisa menjadi awal terbentuknya tradisi oposisi yang lebih kuat. Jika konsisten, bisa berkembang menjadi shadow government atau pemerintahan bayangan yang mengawasi kebijakan pemerintah di berbagai bidang, seperti kementerian dan lembaga negara,” jelasnya.

Dengan adanya oposisi yang kuat, prinsip check and balance dalam demokrasi akan lebih terjaga. Hal ini juga dapat mendorong pemerintah untuk lebih transparan dan bertanggung jawab dalam setiap kebijakan yang diterbitkan.

Mengungkap Tabir Kecurangan Beras Premium: Ancaman Tersembunyi di Balik Piring Nasi Kita

“Pada akhirnya, masyarakat akan semakin cerdas dalam menentukan pilihan politiknya saat pemilu karena disuguhkan alternatif kebijakan yang berbeda oleh oposisi. Semoga langkah ini bukan hanya reaksi sesaat, tetapi benar-benar berlanjut sebagai tradisi baru dalam politik Indonesia,” pungkasnya.(Redaksi)