SEMARANG (Cakrawala) – Gugatan mantan Direktur Utama PT Rumpun Sari Antan (PT RSA), berinisial A kepada PT RSA dan PT Rumpun di Pengadilan Negeri (PN) Semarang memanaskan polemik penjualan lahan negara di Kabupaten Cilacap.
Proses hukum tersebut akhirnya malah membuka dugaan penjualan ilegal aset negara bernilai ratusan miliar rupiah.
Aset yang dipermasalahkan berupa lahan Hak Guna Usaha (HGU) seluas 717 hektare di Desa Carui, Kecamatan Cipari, Cilacap.
Penjualan aset perusahaan diduga dilakukan oleh A tanpa seizin pemegang saham, sehingga menyebabkan kerugian negara hingga Rp 237 miliar.
Aset yang dipermasalahkan berupa lahan Hak Guna Usaha (HGU) seluas 717 hektare di Desa Carui, Kecamatan Cipari, Cilacap.
Direktur PT Rumpun, Muttaqin, dan Direktur PT RSA, Isdianarto Aji, menegaskan bahwa hasil penjualan tanah tersebut dialihkan ke rekening non-perusahaan, memperkuat indikasi penyimpangan.
Dampak dari transaksi ilegal sangat besar. PT RSA dan PT Rumpun mengalami gangguan operasional akibat sanksi dari Kantor Pajak, termasuk pemblokiran rekening dan pembekuan Administrasi Hukum Umum (AHU) karena tunggakan pajak Rp 10 miliar.
Melihat kondisi ini, Yayasan Rumpun Diponegoro dan PT Rumpun sebagai pemegang saham mayoritas mengambil langkah tegas dengan memberhentikan A dari jabatannya melalui Keputusan Sirkuler pada Mei 2024.
Keputusan ini mengacu pada Pasal 91 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan telah disahkan oleh Kementerian Hukum dan HAM.
Dugaan Korupsi
Setelah diberhentikan, A mengajukan empat gugatan perdata terhadap Pembina Yayasan, PT RSA, dan PT Rumpun di PN Semarang. Pihak tergugat menilai langkah ini sebagai upaya mencari legitimasi atas penjualan lahan Carui dan pengalihan dana transaksi tersebut.
Sementara itu, PT RSA dan PT Rumpun telah melaporkan A ke Polda Jawa Tengah atas dugaan penggelapan dana perusahaan.
Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah juga menyelidiki kemungkinan adanya tindak pidana korupsi dan pencucian uang terkait aliran dana hasil penjualan lahan.
Persidangan di PN Semarang pada 5 Februari 2025 menarik perhatian luas. Karyawan PT RSA dan PT Rumpun menggelar aksi damai di depan pengadilan, menuntut proses hukum yang transparan. Mereka juga mengirim karangan bunga sebagai simbol dukungan kepada majelis hakim.
Kasus ini turut berdampak pada Pemerintah Kabupaten Cilacap. Tanah yang diduga telah dibeli oleh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) kini tidak bisa dimanfaatkan karena masih dalam sengketa hukum.
Direktur PT Rumpun, Muttaqin, berharap penyelidikan dapat mengungkap aliran dana agar uang negara yang berasal dari APBD Cilacap dapat diselamatkan.
Ia juga meminta masyarakat untuk turut mengawasi proses hukum agar tidak ada intervensi atau permainan hukum yang merugikan negara.
“Kasus ini merupakan salah satu bentuk mafia tanah yang merugikan negara. Kita harus lawan dan laporkan praktik ilegal seperti ini,” ujar Muttaqin usai persidangan.
Sementara itu, Kuasa Hukum PT Rumpun, Tarwo Hari, menilai gugatan yang diajukan A di PN Semarang tidak berdasar. Ia menegaskan bahwa A tidak lagi memiliki kewenangan di perusahaan karena masa jabatannya telah berakhir pada 2023 dan selama menjabat, ia pernah dipidana selama dua tahun.
“Kami berharap gugatan penggugat dapat ditolak, dan proses hukum berjalan dengan adil tanpa intervensi,” ujar Tarwo Hari.(Redaksi)