Pendidikan dan Kebudayaaan Serba Serbi
Home » Mengenang 25 tahun Romo Mangun: Kesalehan Yang Membumi

Mengenang 25 tahun Romo Mangun: Kesalehan Yang Membumi

Oleh Bastomi

Salatiga, 15 Desember 2024 (Cakrawala): Hujan deras mengungkung atmosfer Kota Salatiga di Minggu malam itu terasa lebih dingin dari biasanya.

Tak terkecuali di pelosok desa Jetis, Tingkir yang masih dipenuhi rimbun pepohonan. Namun, tidak demikian di aula Ponpes Qaryah Tayyibah yang berlokasi di Jalan Mas Said Salatiga itu.

Alih-alih terasa dingin, bangunan sederhana itu justru terasa menghangat. Tidak hanya oleh kopi dan jajanan pedesaan yang disuguhkan, tapi oleh antusiasme orang-orang yang berkumpul membicarakan masa hidup seorang fenomenal bernama Yusuf Bilyarta (YB) Magunwijaya atau lebih dikenal dengan sapaan Romo Mangun.

Sungguh di tempat itu, keberagaman lintas agama membaur dalam suasana yang akrab dan hangat penuh kegembiraan. Sebab justru di sebuah ponpes dibedah kehidupan seorang tokoh katolik yang membawa inspirasi bagi kemanusiaan menembus batas agama.

Kolaborasi Strategis Cakrawala Media, LeSPI, dan DPM Universitas BPD Jateng Gelar Seminar Jurnalistik, Bekali Mahasiswa Hadapi Hoaks di Era Digital

Bagaimana tidak, di ponpes itu kemajemukan mengemuka sebagai keutamaan, bukan hanya dalam narasi lipstik yang sering terdengar, tetapi dalam perilaku yang nyata.

Acara sedehana itu mendapat perhatian dari berbagai kalangan, baik rohaniawan katolik, ulama, politisi, akademisi hingga santri dan aktivis.

Bahkan perhelatan di tengah lingkungan ponpes itu, dibuka dan ditutup dengan doa secara Katolik. Tak ada letupan cemburu maupun alergi bagi hadirin. Begitu pula dengan 2 pemantik yang notabene adalah para kiai.

Saking gayengnya suasana, tak terasa antusiasme hadirin mencuat hingga tengah malam. Padahal sarasehan itu tadinya di-plot pukul 19.00-21.00 WIB.

Memang malam itu, dalam rangka memperingati 25 tahun wafatnya Romo Y.B. Mangunwijaya, Ikatan Sarjana Katolik Indonesia (ISKA) bekerjasama dengan Serikat Paguyuban Petani Qaryah Tayyibah (SPPQT) menyelenggarakan sarasehan bertajuk “Kemanusiaan yang Menyapa Semua Lapisan”.

BERITA RESMI: KLAIM NADIEM MAKARIM MENJADI DPO ADALAH HOAX

Acara ini mengupas nilai-nilai kemanusiaan dan pendidikan humanis yang diwariskan oleh Romo Mangun.

Menghadirkan tiga pemantik diskusi: Bonaventura
Paryadi (Ketua ISKA DPC Salatiga), Bahruddin (Dewan Pertimbangan SPPQT), dan Toto Rahardjo atau Kiai Tohar (Inisiator Sanggar Anak Alam).

Pendidikan Berbasis Karakter

B. Paryadi membuka diskusi dengan menyoroti pentingnya pendidikan yang berpusat pada
siswa.

Ia menjelaskan bahwa bagi Romo Mangun, pendidikan bukan sekadar transfer ilmu, tetapi sarana pembentukan karakter manusia yang unggul.

Berita Pengadaan dan Jasa Hari Ini: Peluang Baru di Berbagai Sektor

“Romo Mangun telah menunjukkan bahwa pendidikan harus memberi ruang bagi siswa untuk berkembang secara holistik. Inilah yang harus kita teruskan,” ungkap Paryadi.

Ia juga menyoroti latar belakang Romo Mangun yang memadukan filsafat dan arsitektur dalam karyanya, termasuk ketika mendampingi masyarakat Kali Code di Yogyakarta.

Kebebasan Belajar untuk Anak Didik

Bahruddin, dari komunitas petani Qaryah Thayyibah, menekankan filosofi pembelajaran yang membebaskan, sebagaimana diterapkan Romo Mangun.

“Pendidikan yang baik memberi ruang bagi siswa untuk berdiskusi dan menemukan solusi atas masalah mereka sendiri. Inilah inti dari pendidikan humanis,” tegasnya.

Konsep ini sejalan dengan model pendidikan di Qaryah Thayyibah, yang menempatkan anak sebagai subjek pembelajaran aktif sesuai konteks kehidupan mereka.

Filosofi Pendidikan Humanis SALAM

Sebagai pemantik terakhir, Toto Rahardjo berbagi pengalaman personal bersama Romo Mangun, yang juga menjadi saksi pernikahannya.

Toto mengenang Romo Mangun sebagai sosok yang mendalami berbagai bidang ilmu namun tetap ingin berperan sederhana sebagai guru SD.

Toto menjelaskan, filosofi pendidikan yang diterapkan di Sanggar Anak Alam (SALAM), komunitas belajar yang dirintisnya, banyak terinspirasi dari prinsip-prinsip Romo Mangun.

SALAM mengedepankan pembelajaran yang berfokus pada potensi unik tiap anak, tanpa tekanan kompetisi akademik.

Menghidupkan Warisan Pemikiran Romo Mangun
Sarasehan ini berhasil membangkitkan refleksi mendalam bagi para peserta tentang bagaimana nilai-nilai kemanusiaan Romo Mangun tetap relevan dalam dunia pendidikan ini.

Acara yang penuh kehangatan ini sekaligus menjadi pengingat akan pentingnya menciptakan ruang belajar yang inklusif, membebaskan, dan berorientasi pada
kemanusiaan.

Warisan Romo Mangun sebagai arsitek, pendidik, dan humanis terus menjadi inspirasi lintas
generasi untuk membangun masyarakat yang lebih adil dan manusiawi.

Dengan semangat yang sama, para peserta meninggalkan acara dengan harapan baru untuk memperjuangkan pendidikan yang memanusiakan manusia di tengah tantangan global saat ini.

Kiai Tohar sebagai sahabat Romo Mangun dalam pernyataan akhirnya nenegaskan, YB Mangunwijaya adalah seseorang dengan kesalehan yang membumi.

“Apa yang dia pikirkan tentang kebaikan, itu yang dia lakukan. Ia tidak hanya punya ide, tapi dia juga punya keterampilan,” pungkasnya