Bisnis Ekonomi
Home » Rapat Kreditor PT Sritex Digelar: Piutang Rp32,6 Triliun Dibahas di Pengadilan Niaga Semarang

Rapat Kreditor PT Sritex Digelar: Piutang Rp32,6 Triliun Dibahas di Pengadilan Niaga Semarang

Semarang, Cakrawala – Pengadilan Niaga Semarang akan menjadi tuan rumah rapat kreditor terkait proses kepailitan PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) pada Selasa, 21 Januari 2025. Agenda utama rapat ini adalah mencocokkan piutang dari para kreditor, yang jumlahnya mencapai Rp32,6 triliun. Proses ini merupakan bagian dari tahapan hukum setelah Sritex dan tiga anak perusahaannya dinyatakan pailit oleh pengadilan pada 2024.

Tahapan Proses Kepailitan
Kurator yang menangani kasus kepailitan Sritex menyampaikan bahwa hingga saat ini, total tagihan yang diajukan oleh kreditor telah mencapai angka fantastis. “Kami menerima klaim sebesar Rp32,6 triliun dari kreditor yang terdiri dari perbankan, lembaga keuangan, pemasok bahan baku, dan pihak lainnya,” ujar Surya Adijaya, salah satu anggota tim kurator.

Menurut Surya, proses pencocokan tagihan merupakan tahap penting dalam proses kepailitan untuk memastikan keabsahan setiap klaim sebelum dilakukan penyelesaian utang. “Kami bekerja keras untuk menyelesaikan proses ini secara adil dan transparan, sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku,” tambahnya.

Profil Utang dan Para Kreditor
Sritex, yang dikenal sebagai salah satu perusahaan tekstil terbesar di Asia Tenggara, mengalami tekanan finansial yang berat sejak 2023 akibat penurunan permintaan pasar global dan tingginya biaya operasional. Kondisi ini diperburuk oleh pandemi COVID-19 dan fluktuasi harga bahan baku, sehingga perusahaan akhirnya dinyatakan pailit.

Mayoritas utang perusahaan berasal dari pinjaman sindikasi bank internasional, obligasi global, serta kredit dari perbankan nasional. Beberapa kreditor utama yang tercatat dalam proses ini antara lain Bank Mandiri, Bank Negara Indonesia (BNI), dan sejumlah bank asing seperti HSBC dan Standard Chartered. Selain itu, terdapat pula ratusan pemasok dan mitra bisnis yang mengajukan klaim atas piutang dagang.

Pemerintah Siapkan Paket Kebijakan Ekonomi untuk Percepat Program Pembangunan

Dampak Kepailitan terhadap Industri Tekstil
Kepailitan Sritex tidak hanya berdampak pada perusahaan itu sendiri, tetapi juga pada ribuan karyawannya dan ekosistem industri tekstil di Indonesia. Menurut Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), kondisi ini menjadi peringatan keras bagi industri tekstil nasional untuk memperkuat daya saing di pasar global.

“Kasus Sritex ini menunjukkan betapa rentannya industri tekstil kita terhadap gejolak pasar global. Pemerintah perlu hadir untuk memberikan dukungan kepada sektor ini, terutama dalam hal regulasi dan pembiayaan,” ujar Ade Sudrajat, Ketua API.

Langkah-Langkah Selanjutnya
Rapat kreditor yang digelar di Pengadilan Niaga Semarang ini akan menjadi momen penting dalam menentukan masa depan Sritex. Jika proses pencocokan tagihan selesai, langkah berikutnya adalah pembahasan rencana pembayaran utang atau likuidasi aset perusahaan untuk memenuhi kewajiban kepada para kreditor.

Kurator telah mengidentifikasi sejumlah aset yang berpotensi dijual, termasuk pabrik, lahan, dan peralatan produksi. Namun, keputusan akhir mengenai pengelolaan aset ini akan ditentukan melalui musyawarah kreditor dan persetujuan pengadilan.

Harapan dari Kreditor dan Karyawan
Salah satu kreditor yang enggan disebutkan namanya menyatakan harapannya agar proses ini berjalan transparan dan kredibel. “Kami hanya ingin memastikan hak kami sebagai kreditor dipenuhi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Kami berharap tidak ada pihak yang dirugikan,” ujarnya.

Dosen STIE Semarang, Pipit Sundari Raih Gelar Doktor

Sementara itu, para karyawan yang terkena dampak juga menyuarakan kekhawatiran mereka. “Kami berharap ada solusi yang berpihak pada karyawan, terutama terkait pembayaran pesangon yang masih tertunda,” kata Indah, salah seorang mantan karyawan Sritex.

Transparansi dan Kepastian Hukum Ditunggu
Kasus kepailitan Sritex menjadi salah satu yang terbesar dalam sejarah industri tekstil Indonesia, dengan total utang mencapai triliunan rupiah dan melibatkan ratusan kreditor. Transparansi dan kepastian hukum menjadi harapan utama semua pihak yang terlibat dalam proses ini.

Dengan rapat kreditor yang berlangsung di Pengadilan Niaga Semarang, langkah maju untuk menyelesaikan sengketa ini diharapkan dapat segera terwujud, memberikan kejelasan bagi semua pihak yang terdampak, dari kreditor hingga karyawan.