JAKARTA, (Cakrawala) – Penerbitan Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2025 tentang Pengawasan Fungsional Terhadap Orang Asing menuai polemik dan kritik tajam dari kalangan pegiat jurnalis dan organisasi pers di Indonesia. Peraturan yang awalnya dikhawatirkan mewajibkan wartawan asing memiliki Surat Keterangan Kepolisian (SKK) untuk meliput di Tanah Air ini dianggap berpotensi mengancam kebebasan pers dan independensi jurnalis.
Ketua Dewan Pers, Asep Setiawan, dalam keterangan persnya seperti dikutip dari Antara, 7 April 2025 mengecam peraturan tersebut. Ia menyatakan bahwa Dewan Pers akan meminta klarifikasi lebih lanjut dari pihak kepolisian dan mendesak agar peraturan ini ditinjau ulang.
“Kami khawatir peraturan ini akan menjadi alat untuk menghambat kerja jurnalistik dan bertentangan dengan semangat kebebasan pers yang dijamin oleh undang-undang,” ujarnya.
Senada dengan Dewan Pers, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia juga menyampaikan kekecewaannya. Ketua Umum AJI Indonesia, Sasmito Madrim, melalui pernyataan tertulis (8 April 2025) yang menilai bahwa peraturan ini dapat memperburuk citra Indonesia di mata jurnalis internasional.
“Meskipun ada klarifikasi bahwa SKK tidak wajib bagi semua jurnalis, potensi penyalahgunaan aturan ini tetap mengkhawatirkan,” tegasnya.
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers bahkan menilai peraturan ini sebagai langkah mundur bagi demokrasi di Indonesia. Direktur LBH Pers, Ade Wahyudin, dalam konferensi pers daring (dilansir dari CNNIndonesia.com, 7 April 2025) menyatakan bahwa kepolisian tidak memiliki kewenangan untuk mengatur dan memberikan izin terkait kegiatan jurnalistik.
“Ini adalah ranah Dewan Pers sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers,” katanya.
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) juga turut menyampaikan kritik pedas. Ketua Umum YLBHI, Muhammad Isnur, melalui siaran pers (dikutip dari Kompas.com, 8 April 2025) menilai bahwa Perpol ini berpotensi melanggar konstitusi dan mengancam kebebasan pers serta hak atas informasi publik.
Reaksi juga datang dari parlemen. Anggota Komisi I DPR RI, Effendi Simbolon, seperti diberitakan oleh detik.com (7 April 2025), menyampaikan keprihatinannya dan menyebut langkah kepolisian ini “kebablasan.” Ia menegaskan bahwa pengawasan terhadap warga negara asing, termasuk jurnalis, seharusnya menjadi ranah Direktorat Jenderal Imigrasi.
Meskipun Kapolri dan Kadiv Humas Polri telah memberikan klarifikasi bahwa SKK tidak bersifat wajib dan diterbitkan atas permintaan penjamin untuk tujuan perlindungan, kekhawatiran di kalangan pegiat pers tetap tinggi. Mereka mendesak agar peraturan ini ditinjau kembali untuk menghilangkan potensi interpretasi yang dapat merugikan kebebasan pers dan memastikan kerja jurnalis asing tetap dapat berjalan tanpa hambatan yang tidak perlu.