Cakrawala, 23 Desember 2024 – Pemerintah Indonesia baru saja mengimplementasikan kebijakan penurunan harga tiket pesawat sebesar 10% selama periode Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2024/2025.
Kebijakan yang berlaku mulai 19 Desember 2024 hingga 3 Januari 2025 ini bertujuan meningkatkan mobilitas masyarakat dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Namun, di balik manfaatnya, kebijakan ini juga memunculkan tantangan yang perlu dicermati.
Penurunan harga tiket pesawat merupakan respons atas keluhan masyarakat terhadap tingginya biaya transportasi udara, khususnya selama musim liburan.
Dengan mobilitas masyarakat diperkirakan mencapai 110 juta orang selama Nataru, pemerintah berupaya memastikan bahwa transportasi udara tetap terjangkau bagi semua kalangan.
Arahan Presiden Prabowo Subianto ini melibatkan berbagai pemangku kepentingan, seperti maskapai penerbangan, operator bandara, dan penyedia bahan bakar avtur. Beberapa langkah yang mendukung kebijakan ini meliputi penurunan tarif pelayanan bandara (PJP2U), biaya pendaratan pesawat, dan penyesuaian harga avtur.
Ada yang diuntungkan?
Penurunan harga tiket pesawat secara langsung meningkatkan akses masyarakat terhadap moda transportasi udara. Ini memberikan peluang bagi masyarakat kelas menengah ke bawah untuk melakukan perjalanan, baik untuk mudik maupun berwisata.
Di sektor pariwisata, kebijakan ini menciptakan efek domino yang positif. Wisatawan domestik diperkirakan akan meningkat, memberikan dampak langsung pada okupansi hotel, restoran, dan destinasi wisata.
Bahkan, sektor pendukung seperti transportasi lokal dan UMKM juga diprediksi akan mendapatkan manfaat.
Kebijakan ini memberikan keuntungan politis bagi pemerintah, terutama menjelang Pemilu 2024. Langkah ini menunjukkan perhatian terhadap kebutuhan masyarakat, sekaligus memperkuat citra pemerintah sebagai pihak yang pro-rakyat.
Maskapai dengan rute padat, seperti Jakarta-Bali atau Surabaya-Makassar, mampu mengompensasi penurunan harga tiket melalui peningkatan volume penumpang. Selain itu, pengurangan biaya operasional seperti parkir dan pendaratan pesawat memberikan ruang tambahan untuk menjaga profitabilitas.
Siapa yang Dirugikan?
Maskapai kecil yang melayani rute dengan tingkat keterisian rendah (load factor) berpotensi mengalami kerugian. Penurunan harga tiket tanpa volume penumpang yang memadai dapat menekan margin keuntungan mereka.
Bandara kecil yang bergantung pada pendapatan dari PJP2U dan layanan lainnya menghadapi tekanan finansial. Jika subsidi pemerintah tidak mencukupi, ini dapat berdampak pada keberlangsungan operasional bandara.
Transportasi alternatif seperti bus, kereta api, dan kapal laut berpotensi kehilangan sebagian penumpangnya. Dengan harga tiket pesawat yang lebih kompetitif, masyarakat cenderung memilih moda transportasi yang lebih cepat.
Penurunan harga tiket pesawat selama Nataru 2024/2025 adalah kebijakan yang memberikan manfaat besar bagi masyarakat, sektor pariwisata, dan ekonomi secara keseluruhan.
Namun, tantangan bagi maskapai kecil, operator bandara, dan transportasi alternatif harus menjadi perhatian serius.
Untuk memaksimalkan dampaknya, pemerintah perlu:
1. Memberikan subsidi tambahan bagi maskapai kecil dan bandara kecil.
2. Melakukan evaluasi menyeluruh untuk memastikan keberlanjutan kebijakan ini di masa depan.
3. Meningkatkan koordinasi lintas sektor agar seluruh pihak yang terlibat merasa diuntungkan.
Dengan kebijakan yang tepat, transportasi udara dapat menjadi tulang punggung mobilitas dan pertumbuhan ekonomi Indonesia, tidak hanya selama Nataru, tetapi juga di waktu-waktu mendatang.