humaniora Uncategorized
Home » Longsor Pekalongan Kembali Gugah Toleransi Umat & Kepedulian Warga

Longsor Pekalongan Kembali Gugah Toleransi Umat & Kepedulian Warga

Oleh Maharani

Cakrawala

Nadyan prahara nempuh sarta ombak anyempyuh,

aku trus muji sukur, konjuk mring Gustiku

jroning susah lan bungah sadhengah kaanan,

Aku angidung memuji sukur, yeku karsa-Nya!

SEBAIT lagu yang diambil dari Kidung Pasamuwan Jawi berjudul ‘Urip Kang Semesthine’ berkumandang di dalam ibadah di Gereja Kristen Jawa (GKJ) Minggu 26 Januari 2025. Syair lagu yang berisikan nasihat tentang bagaimana semestinya hidup itu, tak hanya menyangkut bagaimana kita menyikapi hubungan umat dengan Tuhan, tetapi juga dengan sesama, terutama ditengah prahara yang terjadi belakangan ini berupa sejumlah bencana alam.

Tak hanya itu, kidung tersebut sekeligus memberi nasihat bagaimana cara kita bersyukur ditengah situasi yang sedang dialami oleh saudara-saudara kita di tempat lain. Terdekat adalah warga di Kabupaten Pekalongan yang tengah mengalami bencana longsor pada 20-23 Januari lalu yang menelan korban 25 orang meninggal dan puluhan keluarga kehilangan tempat tinggal.

Pendeta Setiaji Wiratmoko, dalam khotbahnya menyebutkan bahwa di tengah bencana, Tuhan masih menunjukkan mukjizatnya kepada umat manusia. Setidaknya hal itu dialami oleh Pendeta Wahidi, gembala jemaat di GKJ Kasimpar, dimana desa ini paling parah terkena dampak longsor Pekalongan.

Pemkab Temanggung Resmikan Rumah Singgah Gratis di Semarang dan Yogyakarta

Wahidi beserta keluarganya selamat, meski rumahnya lenyap tertimbun longsong. “Beliau (Wahidi) waktu terjadi lonsor sedang keluar rumah menunaikan tugasnya menghadiri PA (pemahaman alkitab). Ini cara Tuhan menolong umatnya,” kata Setiaji dalam Khotbahnya.

Menurut pendeta, GKJ Kasimpar memiliki nilai historis yang tinggi terhadap perkembangan mula-mula gereja di Jawa Tengah. Untuk itu jemaat GKJ Wonosobo menggalang dana banuan melalui kantong persembahan yang dikhususkan untuk disalurkan kepada korban bencana melalui GKJ Kasimpar.

“Pendeta Wahidi kita kenal, beliau pernah khotbah di sini,” kata Setiaji.

GKJ Kasimpar

GKJ Kasimpar, erat kaitannya dengan cikal bakal berkembangnya kekristenan jawa di Pekalongan dan sekitarnya, menurut catatan sejarah adalah ajaran kristen jawa dari Gereja Kerasulan yang dibawa oleh Kyai Sadrach.

BSU KEMNAKER 2025: Antara Harapan dan Penantian Panjang Pekerja

Kyai Sadrach seorang pribumi, yang bernama asli Radin asal Desa Karangjasa di pesisir utara jawa. Kyai Sadrach adalah nama baptis sekaligus nama penghormatan yang diberikan oleh Frederik Loedewijk Anthing, seorang Belanda yang merupakan pengabar injil pertama di jawa, terutama di Jawa Barat.

“Penginjil pertama yang membawa ajaran kristen jawa ke Pekalongan adalah pengikut awal atau keturunan langsung dari murid Kyai Sadrach yang menyingkir ke Petungkriyono Tahun 1875 dan mendirikan Gereja Kasimpar,” ungkap Wahidi, Pendeta Gereja Kristen Jawa (GKJ) Kasimpar.

Kepada pekalongannews.com Pendeta Wahidi menjelaskan, GKJ Kasimpar awalnya merupakan Gereja Kerasulan yang berpusat di Jawa Barat, namun seiring waktu dan perkembangannya, Gereja Kerasulan di Kasimpar berubah menjadi GKJ setelah kedatangan Zending Belanda dari Zending Salatiga.

“Bergabungnya Zending Salatiga dengan Gereja Kerasulan di Kasimpar 1965, menjadi cikal bakal GKJ yang ada di Pekalongan dan secara otomatis membuat GKJ Kasimpar otonom atau tidak menginduk ke gereja lain,” katanya.

Meski demikian, status otonom yang disandang oleh GKJ Kasimpar, lanjut Pendeta Wahidi, belumlah cukup untuk memiliki seorang Pendeta definitif yang melayani umat.
Baru di Tahun 1993, kata Pendeta Wahidi, GKJ Kasimpar memiiki Pendeta definitif sendiri, yakni dirinya yang merupakan Pendeta GKJ Kasimpar pertama.

“Saya ditasbihkan menjadi Pendeta definitif pertama Tahun 1993 yang bertugas hingga sekarang,” ujarnya.

Pendeta Wahidi, menerangkan, berkembangnya ajaran kristen Kyai Sadrach di Petungkriyono mengalami proses yang sangat panjang termasuk proses kehidupan bermasyarakat di tengah saudara muslim yang masih satu desa. “Selama ini kerukunan beragama sangat terjaga karena ditopang oleh sikap toleransi yang sangat kuat dari kami sendiri maupun saudara kami yang muslim,” jelasnya.

Hal yang sama juga disampaikan oleh Kepala Desa Kasimpar (waktu itu), Purwo Subechi yang menyebut, cerita toleransi dan kerukunan umat beragama di Kasimpar tidak perlu diragukan lagi.” Dari urusan desa, hingga urusan keagamaan seperti peringatan hari besar agama, kami selalu bergotong-royong dan bekerjasama. Bahkan untuk hal yang berhubungan dengan kepemudaan pun, kami memiliki kebersamaan.”

Purwo mencontohkan, pihak gereja memberi kesempatan pemuda desa untuk bermain musik bagi yang menggemarinya. Bahkan, pemuda gereja banyak menularkan ilmu terkait penguasaan alat musik bagi siapa saja yang berminat.

“Gereja, memiliki peralatan musik yang cukup lengkap dan mereka pula juga yang turut melatih pemuda desa bermain musik atau istilahnya ngeband,” katanya.

Purwo memaparkan, total warga Desa Kasimpar berjumlah 234 kepala keluarga (KK) dengan rincian, muslim ada 194 KK dan umat kristiani ada 40 KK di mana jumlah penduduk yang beragama nasrani sebanyak 270 orang. “Kami hidup berdampingan sejak puluhan tahun lalu atau sejak keberadaan jemaat Kyai Sadrach ada di Kasimpar,” tuturnya.

Kepedulian Di Tengah Bencana

Ternyata penggalangan dana tidak hanya oleh jemaat GKJ Wonosono yang berlokasi di Jl. Bhayangkara No.2 itu, melainkan jemaat GKJ di Jakarta dan tempat lain juga demikian. Mereka membuka dompet bantuan bencana melalui media sosial.

Bencana mengusik rasa kemanusiaan menjadi menjulang dalam rasa dan pikir manusia. Tidak hanya GKJ yang menggalang dana kemanusiaan, namun secara luas juga dilakukan oleh komunitas keagamaan lain, seperti Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah dan komunitas keagamaan lainnya.

Mereka tidak hanya memberikan bantuan dana, tetapi juga sejak awal bergerak melakukan tindakan cepat tanggao bencana, baik membantu tim SAR dalam mencari dan mengevakuasi korban, tetapi juga mengirimkan bahan makanan, pakaian dan hal lain yang diperlukan para korban.

Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kabupaten Pekalongan menginstruksikan seluruh elemen Unit Pembantu Pimpinan (UPP) untuk bersinergi dan berkolaborasi di bawah komando Lembaga Resiliensi Bencana (LRB) Muhammadiyah. Hal ini disampaikan oleh Wakil Ketua PDM Kabupaten Pekalongan, Riyanto, melalui pesan singkat kepada seluruh pimpinan majelis, lembaga, dan organisasi otonom (ortom) Muhammadiyah, Senin, 20 Januari 2025.

“Ada kenaikan debit air di beberapa titik sungai yang telah memasuki rumah warga, bahkan ada wilayah yang terkena longsor. Mohon semua elemen UPP segera berkoordinasi. LRB sebagai komandan utama, dan elemen lain berada di bawah koordinasi LRB,” ujar Riyanto.

Ia juga meminta Lembaga Amil Zakat Infaq dan Shadaqah Muhammadiyah (Lazismu) Kabupaten Pekalongan untuk aktif berkoordinasi dengan tim relawan LRB dalam menangani kebutuhan mendesak di lapangan.

Di Kabupaten Kendal, Pengurus NU setempat bahkan menerima titipan dana dari siswa SMA Mualimin Weleri untuk ikut disalurkan kepada korban bencana. Mereka melibatkan Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS), Pimpinan Komisariat (PK) Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) dan Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU), serta Pramuka SMA NU 03 Muallimin Weleri melaksanakan penggalangan dana internal di lingkungan sekolah yang melibatkan siswa, guru, dan karyawan, Rabu

“Semoga bermanfaat untuk para korban, dan ini adalah bentuk kepedulian terhadap sesama,” terang Kepala SMA NU 03 Muallimin, Nurul Laili.

Itu hanya sebagian kecil dari kepedulian komunistas keagamaan yang terekspos media, tak kalah peduli adalah organisasi masyarakat non keagamaan, seperti KNPI, pengusaha, maupun pribadi yang disalurkan melalui dompet kemanusiaan yang digalang berbagai media massa dan lainnya.

Sesungguhnya, di negeri ini kepedulian tersebut mencerminkan betapa toleransi antar umat beragama dan antar warga di negeri ini begitu dalamnya karena sudah tergalang sejak lama. Hanya orang-orang tertentu saja yang belakangan mencoba mengusik perbedaan diantara warha untuk memanfaatkannya dalam kaitan tujuan politik atau ekonomi. Dan itu menjadi tidak populer ketika negeri dilanda cobaan berupa bencana.

Posko Gereja

Lantas bagaimana dengan Pendeta Wahidi? Meski harta benda lenyap dalam sekejap namun ia mengaku bersyukur masih diberi keselamatan dan lolos dari bencana. Gembala GKJ ini menyebutkan bahwa longsor telah menghanyutkan rumah, homestay miliknya dan harta bendanya, bahkan ia hanya tinggal memiliki pakaian hanya yang melekat di tubuhnya, tas dan sedikit uang.

Wahidi tak menduga bencana sebesar itu bisa terjadi, rumahnya yang memiliki pondasi tiga meter ikut larut dibawa banjir dan longsor, memang selama tujuh tahun ia tinggal di situ longsor sesekali terjadi namun tidak separah kali ini.

“Pak Sekdes dan rumahnya hanyut dibawa longsor, rumah saya habis dan rumahnya pak sekdes dan keluarga juga habis, padahal di situ ada sekitar 20 orang yang menumpang berteduh,” ucap Wahidi.

Kini Wahidi memimpin para relawan di gereja dan membuka posko serta mendirikan dapur umum untuk membantu para korban bencana banjir dan longsor di Desa Kasimpar. Setiap harinya posko tersebut memberikan bantuan makanan, alat mandi dan juga pakaian, serta kebutuhan lainnya yang dibutuhkan oleh warga.

“Untuk sekali makan kurang lebih kita buat sekitar 150 – 200, karena jemaat saya sendiri ada 89 kk, kemudian yang yang muslim lebih dari separuh berarti ada sekitar 200 an,” ucapnya

Bersyukur menurutnya bantuan dari para donatur juga sudah mulai mengalir. Bantuan seperti sembako dan bahan makanan, pakaian, alat mandi, selimut hingga lauk pauk disalurkan terhadap warga yang menjadi korban bencana. “Kemarin ada lauk pauk, saya usulkan karena lauk pauk yang sangat mendesak, kami gak bisa cari lauk kemana-mana,” katanya.

Meski menjadi salah satu korban bencana Wahidi mengaku tergerak dan termotivasi untuk menolong warga yang menjadi korban bencana banjir dan longsor di Kasimpar, Ia mengaku menjadi salah satu orang yang sangat beruntung tak ikut menjadi korban yang terbawa arus banjir dan longsor.

“Saya harus memberi motivasi ke mereka, harus bisa membangkitkan semangat mereka untuk mereka kuat dan dikuatkan,” katanya.

(Redaksi & dari berbagai sumber)