JAKARTA (Cakrawala) – Komisi Pemilihan Umum (KPU) resmi meluncurkan Indeks Partisipasi Pemilu (IPP) 2024.
IPP merupakan alat untuk mengukur peran serta masyarakat dalam setiap proses tahapan pemilu. IPP diletakkan sebagai bagian upaya untuk menghadirkan potret lebih utuh tentang partisipasi masyarakat dalam pemilu.
Anggota KPU August Mellaz menjelaskan bahwa KPU bersama para pakar telah menyusun IPP yang memotret sosialisasi, pendidikan pemilih dan peningkatan partisipasi masyarakat yang telah dilakukan KPU, KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota. Partisipasi pemilih menjadi indikator penting, maka kegiatan nasional dalam konteks pemilu bisa mendapatkan apresiasi dari pemilih untuk menggunakan hak pilihnya di TPS.
“Tingkat partisipasi Pemilu Presiden 81,48 persen, Pemilu Legislatif 81,14 persen, dan DPD 81,50 persen, ini capaian yang luar biasa pada Pemilu Serentak 2024,” tutur Ketua Divisi Sosialisasi dan Pendidikan Pemilih di KPU RI tersebut pada acara Launching Indeks Partisipasi Pemilu, Apresiasi Kontribusi Multipihak pada Penyelenggaraan Pemilu Tahun 2024 dan Bedah Buku, di Ruang Sidang Utama KPU, Jakarta, 10 Februari 2025.
Pada seremoni peluncuran ini, Ketua KPU Mochammad Afifuddin bersama Anggota KPU August Mellaz, Idham Holik, dan Parsadaan Harahap, didampingi Bawaslu dan DKPP, menekan tombol peluncuran yang kemudian menampilkan tayangan video hasil IPP yang disaksikan seluruh tamu undangan dari Wakapolri Komjen Pol Ahmad Dofiri, Ketua Bawaslu, DKPP, TNI, Kejaksaan, perwakilan Kementerian/Lembaga, BUMN, BUMD, Perusahaan Swasta, KPU Provinsi seluruh Indonesia, NGO, Pemerhati Pemilu, dan media massa.
Pada sesi diskusi bedah buku IPP, Ketua Komisi II DPR RI, Muhammad Rifqinizamy Karsayuda juga turut hadir sebagai penanggap, menyampaikan apresiasi atas hasil IPP. Dia memberikan masukan agar KPU memilih segmen sosialisasi yang tidak duplikatif dan tidak terjangkau para politisi atau peserta pemilu. “Salah satu contoh, KPU dapat melakukan sosialisasi di sekolah, seperti menjadi inspektur upacara, tidak perlu alokasi anggaran dan hal itu tidak mungkin dilakukan oleh politisi maupun peserta pemilu. KPU dapat melakukan sosialisasi yang isinya ideologis, seperti kenapa harus ke TPS, dan apa pentingnya pemilih pemula,” tutur Rifqi.
Sementara itu, pada sesi diskusi Mellaz juga menyampaikan bahwa banyak lembaga yang menyusun indeks sesuai kewenangannya, seperti Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) dari Bawaslu, yang juga digunakan pihak Kepolisian. Untuk itu KPU menyusun IPP yang dilakukan oleh para pakar dari luar KPU, dengan harapan meminimalisir subyektifitas, dengan metodologi kualitatif dan kuantitatif. Segala kerangka, konsep, dimensi, varieble, hingga indikator, dapat memilah mana porsinya KPU. Mengingat untuk menggerakkan pemilih ke TPS juga ada kontribusi dari peserta pemilu. (KPU/Redaksi)