SOLO, Cakrawala – Sebuah skema investasi yang menjanjikan keuntungan fantastis, namun berujung pada kerugian miliaran rupiah dan penderitaan ribuan nasabah, kini menjadi sorotan tajam di Indonesia. Koperasi Bahana Lintas Nusantara (BLN), yang awalnya berbadan hukum sebagai koperasi, diduga kuat telah menjalankan praktik penipuan investasi bodong berskala besar, meninggalkan jejak kehancuran finansial dan sosial di berbagai daerah.
Awal Mula dan Janji Menggiurkan
Koperasi Bahana Lintas Nusantara, yang berdiri pada tahun 2008 dengan nama Koperasi Serba Usaha Nugroho Mulyo, memiliki badan hukum resmi bernomor No.14099/BH/KDK.II/VI/2006. Situs webnya bahkan menggambarkan diri sebagai entitas yang terdaftar di bawah Kementerian Koperasi, berfokus pada manajemen dan edukasi keuangan, dengan ambisi mulia untuk membantu masyarakat terbebas dari utang dan kemiskinan.
Namun, di balik citra tersebut, BLN dikenal luas karena menawarkan skema “investasi titip dana” dengan iming-iming imbal hasil yang sangat tinggi. Para nasabah dijanjikan keuntungan mencapai 100% dalam kurun waktu dua tahun, bahkan ada program “Sipintar” yang menjanjikan pengembalian dana dua kali lipat dalam 24 bulan. Untuk meyakinkan calon investor, koperasi ini mengklaim memiliki lebih dari 60 unit usaha yang beragam, mulai dari jual beli mobil, tambang, pabrik rokok, hingga coffee shop dan biliar.
Pada awalnya, beberapa nasabah bahkan sempat menerima “kluntingan” atau keuntungan bulanan, yang semakin memperkuat kepercayaan mereka dan mendorong lebih banyak orang untuk bergabung.
Sosok di Balik BLN: Nicholas Prasetyo dan Gelar Bangsawan
Di pusat pusaran kasus ini adalah KPAA Nicholas Nyoto Prasetyo Dononagoro, pendiri Koperasi Bahana Lintas Nusantara. Sosoknya dikenal sering memamerkan berbagai proyek dan perjalanan liburan ke luar negeri melalui akun Instagram pribadinya, @mas_boos_nicho, menciptakan citra kesuksesan dan kemewahan.
Yang menarik, Nicholas dan istrinya, Kanjeng Mas Ayu Tumenggung (KRAT) Kristina Prihati Setyoningtyas, bahkan mendapatkan gelar kehormatan KPAA dari Keraton Kasunanan Surakarta pada 28 Januari 2025. Mereka turut menaiki kereta kencana dalam kirab keraton, sebuah peristiwa yang semakin meningkatkan kredibilitas dan otoritas Nicholas di mata publik. Nicholas diduga terlibat aktif dalam menjanjikan keuntungan berlipat hingga 200 persen kepada para investor.
Skema Runtuh, Korban Berjatuhan
Titik balik kasus ini terjadi pada Maret 2025, ketika Koperasi BLN secara konsisten mulai tidak mencairkan dana dan keuntungan yang telah dijanjikan kepada nasabahnya. Kebingungan dan kekhawatiran pun meluas.
Sebagai respons, pada Rabu, 14 Mei 2025, sejumlah nasabah mendatangi Polres Boyolali untuk secara resmi mengadukan dugaan penipuan ini. Pada hari yang sama, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga turun tangan, bertemu langsung dengan para nasabah di Boyolali untuk menindaklanjuti keluhan mereka. Laporan serupa terus berdatangan, termasuk dari 23 nasabah di Solo yang melaporkan kerugian mencapai Rp 1,6 miliar pada 5 Juni 2025.
Kerugian Fantastis dan Dampak Tragis
Skala kerugian finansial yang diderita nasabah Koperasi Bahana Lintas Nusantara sangat masif, diperkirakan mencapai belasan miliar rupiah secara total. Beberapa laporan menyebutkan kerugian sekitar Rp 1,2 miliar dari 10 warga Boyolali. Bahkan, ada korban yang mengalami kerugian hingga Rp 4 miliar, dan ada pula yang menanggung kerugian sebesar Rp 14 miliar karena mengajak relasi mereka untuk berinvestasi.
Dwi Priatmoko, salah satu korban, mengungkapkan bahwa ia menginvestasikan antara Rp 100 juta hingga Rp 150 juta dan masih memiliki dana yang belum kembali sebesar Rp 75 juta. Dwi memperkirakan bahwa koperasi ini mengelola sekitar 40 ribu rekening dengan total kerugian mencapai ratusan miliar rupiah.
Korban tersebar luas, tidak hanya di Boyolali, tetapi juga di Medan (Sumatera Utara), Solo, Purwodadi, Salatiga, dan Grobogan.
Dampak kasus ini jauh melampaui kerugian finansial. Laporan menunjukkan bahwa jumlah nasabah yang jatuh sakit, bahkan meninggal dunia, bertambah banyak, diduga kuat akibat stres berat dan tekanan finansial.
Banyak korban kesulitan melunasi utang ke bank karena dana investasi mereka tidak kembali, bahkan terancam penyitaan rumah karena sertifikat telah digadaikan sebagai modal investasi. Beberapa korban nekat menggadaikan Surat Keputusan (SK) pensiun mereka, menempatkan masa depan finansial mereka dalam risiko besar.
Respons Hukum dan Regulator
Pihak kepolisian telah memulai penyelidikan. Polres Boyolali telah menerima total lima laporan polisi terkait BLN dan melakukan pemeriksaan terhadap para korban. Polisi juga berkoordinasi dengan Polresta Solo dan telah menginventarisir unit-unit usaha yang diklaim milik BLN di Boyolali, beberapa di antaranya dilaporkan masih beroperasi.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menegaskan bahwa Koperasi Bahana Lintas Nusantara tidak memiliki izin resmi sebagai Lembaga Jasa Keuangan (LJK) untuk kegiatan investasi yang mereka tawarkan. OJK menyatakan dukungan penuh terhadap proses hukum yang dilakukan kepolisian dan mengimbau masyarakat untuk selalu menerapkan prinsip 2L: Legal dan Logis, saat berinvestasi.
Meskipun kuasa hukum BLN mengklarifikasi bahwa koperasi tidak pernah menyatakan diri sebagai lembaga investasi melainkan sebagai koperasi yang tunduk pada Undang-Undang Koperasi, substansi kegiatan mereka yang mengumpulkan dana masyarakat dengan janji imbal hasil tinggi secara fungsional menyerupai aktivitas investasi.
Kasus ini berpotensi melanggar berbagai undang-undang, termasuk Pasal 378 KUHP tentang Penipuan, Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan, Pasal 28 Ayat UU ITE, Pasal 103 dan 104 UU Pasar Modal, serta Pasal 3 UU Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU). Korban juga memiliki jalur perdata untuk menuntut ganti rugi berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata.
Hilangnya Sang Pendiri dan Tuntutan Keadilan
Di tengah meningkatnya tuntutan dari para nasabah, Nicholas Prasetyo kini dilaporkan menghilang. Para nasabah telah berupaya mencari keberadaannya di kantor koperasi di Salatiga maupun di rumah pribadinya, namun hanya menemukan asisten rumah tangga. Hilangnya Nicholas menjadi hambatan signifikan dalam proses hukum.
Para nasabah telah membuat petisi publik yang menuntut agar kepala Koperasi Bahana Lintas Nusantara segera ditangkap dan diadili. Kasus ini tidak hanya merusak citra Koperasi Bahana Lintas Nusantara, tetapi juga berpotensi merusak kepercayaan masyarakat terhadap lembaga koperasi secara umum. Masyarakat kini diingatkan untuk lebih berhati-hati terhadap koperasi yang hanya menjadi alat bisnis pribadi tanpa transparansi yang jelas.
Penyelidikan terus berlanjut, dengan harapan para pelaku dapat segera ditangkap dan diadili, serta aset-aset dapat dilacak untuk mengembalikan kerugian para korban yang telah menderita secara finansial, psikologis, dan bahkan fisik.
