Pilihan redaksi Politik
Home » Kebijakan pemetaan lahan hambat investasi

Kebijakan pemetaan lahan hambat investasi

Proses perizinan di Kabupaten Sleman: Ada ‘Jeruk makan Jeruk’

Tim Cakrawala

SLEMAN (Cakrawala) – Meski sedang musim hujan, tapi Kamis 9 Januari 2025, halaman kantor Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, dan Kawasan Permukiman (DPUPKP) Kabupaten Sleman malah diguyur sinar matahari yang cerah.

Sesuai janji yang sudah disepakati, siang itu Cakrawala diterima Sigit Yasien, ST, MT, yang kini menjabat sebagai Kepala Bidang Pendataan, Pembinaan, dan Pengawasan Bangunan (Kabid P3B) di DPUPKP untuk wawancara seputar isu yang mencuat mengenai karut-marut pengurusan perizinan lahan untuk usaha yang dikeluhkan sejumlah konsultan.

“Monggo silahkan,” kata Sigit sembari menunjuk air mineral di meja ruang kerjanya, sekaligus meminta maaf tak bisa menemani minum karena hari itu ia puasa.

Proyek Kejar Tayang Kopdes Merah Putih dan PP Era Jokowi Dibatalkan Mahkamah Agung

Bersama Sigit, nampak beberapa orang di ruangan itu. Ada yang memperkenal diri sebagai konsultan perizinan, korban, wartawan, juga intel dari ‘Mabes’.

“Beliau-beliau ini kami undang kesini biar ada klarifikasi. Sebab isu pungutan liar dalam proses perizinan itu bikin nama saya rusak,” kata Sigit.

Isu tersebut berawal dari salah satu konsultan perizinan, yaitu ST Purnama yang pada 11 Desember 2024 mengungkapkan kepada Cakrawala. Ia mengeluhkan bahwa pengurusan izin lahan di Kabupaten Sleman tidak dapat dilakukan tanpa menyerahkan sejumlah uang kepada oknum pejabat.

“Prosesnya sangat sulit, dan tanpa uang pelicin, izin kami tidak akan diproses,” ungkapnya.

Ia bahkan menyebut nama Mirza Anfansury, ST, MT, yang saat itu menjabat sebagai Kepala Dinas Pertanahan dan Tata Ruang (Dispertaru), serta Sigit Yasien, ST, MT yang ikut terlibat dalam pusaran kepengurusan izin tersebut.

Mengungkap Tabir Kecurangan Beras Premium: Ancaman Tersembunyi di Balik Piring Nasi Kita

Jagung & Peluru

Hal senada diungkapakn R Lestari yang juga konsultan perizinan. Ia mengaku pihaknya telah menyerahkan uang sebesar Rp 60 juta kepada oknum ASN untuk memuluskan proses pengajuan izin.

“Setiap pengajuan izin, saya selalu diminta memberikan uang. Jika tidak, izin itu bisa ditahan,” katanya.

Bukti berupa tangkapan layar percakapan WhatsApp antara R. Lestari dan seseorang bernama “P. Mirza” menunjukkan adanya pertemuan yang dirancang untuk penyerahan “Jagung” di sebuah restoran di Jalan Kabupaten, Nusupan, Trihanggo, Kecamatan Gamping.

Dalam percakapannya, mereka sering menggunakan istilah “peluru atau jagung” untuk menyebut uang pelicin seperti pengakuan R. Lestari kepada Cakrawala.

K Fitness Perkuat Eksistensi di Semarang: Cabang Hasanudin Resmi Dibuka dengan Inovasi dan Layanan Kelas Dunia

“Kalaupun tidak jadi (izinnya-red) ya uangnya hilang. Itu sudah biasa dan mereka (Oknum ASN) biasa saja,” imbuhnya.

Ditanya jika uang tidak kembali, apa yang akan terjadi?. R. Lestari mengatakan dia mengembalikan kepada klien dari uang pribadinya untuk mengganti.

Sementara dari sejumlah dokumen yang diterima Cakrawala, satu dari pengusaha yang memanfaatkan jasa konsultan untuk pengurusan izin lahan adalah PT Agatama Putra, satu pengembang yang sudah banyak membangun perumahan di wilayah Yogyakarta, termasuk Sleman.

Cakrawala berupaya menghubungi petinggi PT Agatama Putra melalui hotline perusahaan, namun pengembang ini belum bersedia memberikan konfirmasi.

“Mohon maaf yang lainnya dulu pak,” jawab Baidi, staf Marketing PT Agatama Putra melalui pesan WhatsApp.

Terkait hal itu, pada 30 Desember 2024, Cakrawala menemui Mirza Anfansury, ST, MT, yang kini menjabat sebagai Kepala Dinas PUPKP, untuk meminta tanggapannya.

“Tidak! Itu tidak benar,” tegas Mirza. Ia membantah semua tuduhan yang dialamatkan kepadanya.

“Jika ada ASN dalam jajaran saya yang menerima suap, saya akan berkoordinasi dengan Bupati agar mereka diberikan tindakan tegas,” tambahnya.

‘Jeruk makan jeruk’

Namun, dalam pertemuan di ruang kerja Sigit itu, terungkap fakta baru yang justru berbalik kepada ST Purnama.

Beberapa konsultan yang mengalami kesulitan tersebut ‘menitipkan’ pekerjaannya kepada ST Purnama yang selama ini dikenal sebagai konsultan spesialis izin pengeringan lahan. Terlebih ST Purnama menyanggupi dapat menyelesaikan pekerjaan tersebut lantaran memiliki koneksi dengan sejumlah tokoh kunci seputar perizinan, maklum Purnama adalah anak mantan pejabat di lingkungan BPN tingkat daerah yang kini sudah pensiun.

Alief, seorang yang menggunakan jasa ST Purnama untuk keperluan peralihan status lahan sawah yang dilindungi (LSD) maupun Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) agar dapat digunakan untuk usaha, namun hingga berganti tahun pekerjaan tersebut belum juga selesai.

“Sertifikat atas nama Soma dan Atikah yang diuruskan untuk izin pengeringan, hingga saat ini tidak selesai. Padahal saya sudah memberi uang jasa konsultan,” katanya.

Alief mengemukakan, ia telah menyerahkan uang sebesar Rp 400 juta kepada ST. Purnama untuk mengurus izin pelepasan status LP2B yang bersinggungan dengan status tanah LSD. Lantara nasib pengajuan izin tersebut tidak kunjung jelas, maka uang jasa tersebut ia minta kembali. Namun, hingga saat ini Alief baru menerima pengembaliaan dana tersebut Rp53 juta.

ST. Purnama sendiri mengaku bahwa uang yang diterima dari klien dibagi-bagi kepada sejumlah pihak, baik ASN maupun ‘konsultan di pusat’ yang membantunya untuk meloloskan pengajuan izin, sembari menjelaskan bahwa proses pengurusan izin tersebut kini bukannya gagal, tetapi masih terus diupayakan.

“Belum selesai, masih dalam proses,” kata Purnama menjelaskan keluhan Alief.

Hal serupa dialami R Lestari, kendati enggan menyebutkan jumlahnya, namun ia mengaku menitipkan uang pelicin kepada Purnama yang berakhir tanpa hasil.

Melihat hal itu, baik Mirza maupun Sigit sebagai ASN mengimbau agar kepengurusan izin oleh pengusaha dilakukan sesuai prosedur, baik secara mandiri atau melalui jasa konsultan.

“Pasti akan kami bantu, karena tugas kami sebagai ASN memang begitu,” kata Sigit.

Tumpang Tindih

Karut marut dalam proses perizinan terkait LSD dan LP2B memang banyak dikeluhkan kalangan pengusaha. Tidak hanya di Sleman, kalangan pengembang di sejumlah daerah mengalami hal serupa akibat sejumlah peraturan yang belum harmonis alias tumpang tindih.

Bahkan Real Estate Indonesia (REI) sebagai wadah pengembang, mengemukakan hal itu terjadi sejak 2022, pasca kebijakan tersebut diluncurkan pada tahun 2021. Contohnya di Kabupaten Buleleng, Bali aturan terkait penetapan peta kawasan LP2B dan LSD justru menimbulkan ketidakpastian lahan layak untuk berinvestasi.

Saat ini ada beberapa aturan yang membatasi pembangunan fisik. Di antaranya LP2B dan LSD. Peta LSD kini berada di Kantor Pertanahan yang notabene perpanjangan tangan dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR). Sementara peta LP2B ada di pemerintah daerah, yakni Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang serta Dinas Pertanian.

Kondisi tersebut, menimbulkan masalah di lapangan. Di sejumlah daerah investor mengalami kesulitan mendapat kepastian izin lahan untuk usaha. Sebab di beberapa daerah, pemerintah tetap mengeluarkan dokumen Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR) dan Surat keterangan Rencana Kota (SKRK) pada pengusaha.

Namun, saat mengurus proses selanjutnya, ternyata kawasan itu dianggap masuk dalam LSD dan LP2B.

Danang, satu konsultan perizinan di Sleman mengungkapkan, pihaknya sudah melakukan pengurusan izin pengeringan lahan yang dalam pemetaan bersinggungan antara LSD dengan LP2B.

“Kami sudah mendapat rekomendasi dari Kementerian untuk alih status, tetapi dari ribuan meter persegi yang kami ajukan, yang dikeluarkan dari LSD hanya 7 meter persegi,” katanya.

Dunia usaha menilai aturan terkait penetapan peta LSD pada delapan wilayah di Indonesia berpotensi menghambat investasi di daerah.

Idealnya, peta LSD terintegrasi dengan data pemerintah daerah (pemda) dan Kantor Pertanahan setempat sehingga tidak bertentangan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Rencana Detail Tata Ruang Kabupaten/Kota (RDTRK).

Aturan terkait LSD tertuang dalam Keputusan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor: 1589/SK-HK.02.01/XII/2021 tentang Penetapan Peta LSD pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat, Provinsi Banten, Provinsi Jawa Barat, Provinsi Jawa Tengah, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Provinsi Jawa Timur, Provinsi Bali, dan Provinsi Nusa Tenggara Barat.

Mencermati hal tersebut, Bahrudin seorang tokoh masyarakat yang sekaligus pemerhati masalah korupsi berharap pemerintahan Prabowo segera dapat menyelesaikan persoalan tumpang tindihnya ketentuan yang mulai mencuatkan polemik sejak tahun 2022 itu.

“Eksekutif dan legislatif harus segera duduk bersama untuk mengurai hal itu. Sebab ketidakpastian regulasi justru menghambat dunia usaha, atau malah menjadi lahan mengais keuntungan para oknum tak bertanggungjawab,” kata Bahrudin.