Jakarta, Cakrawala – Indonesia, sebagai produsen dan eksportir minyak sawit mentah (CPO) terbesar di dunia, menghadapi dinamika baru di tengah upaya memperkuat ketahanan energi nasional dan tekanan regulasi internasional.
Pada tahun 2023, produksi CPO Indonesia mencapai sekitar 50,1 juta ton, namun mengalami penurunan menjadi 47,8 juta ton pada 2024. Industri ini tetap menjadi penopang ekonomi nasional, menyerap lebih dari 17 juta tenaga kerja dan menyumbang signifikan terhadap ekspor negara.
Pemerintah resmi menerapkan mandatori biodiesel B40 mulai 1 Januari 2025, yang mencampurkan 40% CPO dengan 60% solar. Kebijakan ini diperkirakan menghemat devisa hingga Rp147,5 triliun dan mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 41,46 juta ton CO₂e.
Presiden Prabowo Subianto menargetkan peningkatan campuran biodiesel menjadi B50 pada tahun 2026. Namun, Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (APROBI) menyatakan bahwa untuk mencapai target tersebut, kapasitas produksi biodiesel perlu ditingkatkan sebesar 4 juta kiloliter dari kapasitas saat ini yang sebesar 19,6 juta kiloliter.
Sebagai respons terhadap penurunan ekspor CPO, pemerintah menyederhanakan struktur tarif ekspor pada September 2024 melalui Peraturan Menteri Keuangan No. 62/2024. Tarif baru ditetapkan berdasarkan persentase dari harga referensi CPO, dengan tarif berkisar antara 3% hingga 7,5%, tergantung pada jenis produk.
Selain itu, pemerintah melarang ekspor limbah sawit seperti Palm Oil Mill Effluent (POME) untuk mencegah praktik pencampuran ilegal dan memastikan pasokan domestik untuk biodiesel dan minyak goreng.
Uni Eropa menetapkan Regulasi Deforestasi (EUDR) yang akan berlaku pada Desember 2025 bagi perusahaan besar. Regulasi ini mewajibkan bukti bahwa produk tidak berasal dari deforestasi, yang dapat mempengaruhi ekspor CPO Indonesia ke pasar Eropa.
Pasar minyak sawit Indonesia diperkirakan tumbuh dengan CAGR sebesar 4,4%, mencapai nilai USD 16,93 miliar pada tahun 2030. Pemerintah juga tengah memperbarui sistem sertifikasi Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) dan menyusun Rencana Aksi Nasional Kelapa Sawit Berkelanjutan (RAN-KSB) 2025–2029 untuk meningkatkan keberlanjutan industri.
Industri CPO Indonesia berada di persimpangan antara memenuhi kebutuhan energi domestik dan memenuhi standar keberlanjutan global. Langkah-langkah strategis dan kolaborasi antara pemerintah, pelaku industri, dan komunitas internasional menjadi kunci untuk menjaga keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan pelestarian lingkungan.