Semarang, Cakrawala – Perhatian dunia hari ini terpusat di Kapel Sistina, Vatikan, dimana sebanyak 133 Kardinal sejagat berkumpul dalam Konklaf 2025.
Tradisi Konklaf digelar untuk memilih pemimpin baru umat Katolik sedunia, setelah wafatnya Paus Fransiskus II pada awal April lalu.
Tahta Suci kini kosong (Sede Vacante).
Konklaf dimulai pkl 09.00 denhan proses yang sarat tradisi, doa, dan kerahasiaan tinggi.
Dilanjutkan pukul 15.00 dengan Misa Kudus untuk Pemilihan Paus atau sering disebut dengan Pro Eligendo Romano Pontifice.
Misa ini diikuti oleh Dewan Kardinal yang merupakan badan utama dalam Gereja Katolik Roma yang terdiri dari para kardinal yang ditunjuk oleh Paus untuk memohon bimbingan Roh Kudus dalam proses pemilihan Paus yang baru.
Dilanjutkan pukul 21.30 dengan prosesi para Kardinal Elektor dari pauline Chapel menuju Sistine Chapel, melantunkan Veni Creator dan memohon Roh Kudus.
Setiap Kardinal meletakkan tangan di atas Kitab Suci dan mengucapkan janji kerahasiaan.
Setelah semuanya memasuki ruangan, Master of Papal Liturgical Ceremonies akan mengucapkan, ”Extra omnes!” yang artinya “Yang lainnya, dipersilahkan keluar!”, dan pintu kapel dikunci.
Pada saat itl, pemilihan pertama dapat dilakukukan untuk memperoleh dua pertiga suara untuk memilih Paus yang baru.
Jika belum ada Paus yang terpilih, akan keluar asap hitam dari cerobong asap di atas Sistine Chapel, menandakan pemilihan belum berhasil.
Dalam beberapa hari berikutnya, Para Kardinal Elektor akan melanjutkan pemilihan dengan dua kali pemilihan di pagi hari dan di sore hari.
Jika setelah beberapa putaran, masih belum ada Paus baru yang terpilih, maka para Kardinal Elektor diberikan kesempatan untuk berdoa dan berdiskusi sebelum melanjutkan proses pemilihan.
Ketika pemilihan berhasil, cerobong asap di atas Sistine Chapel mengeluarkan asap putih.
Lalu, Paus terpilih akan ditanya apakah menerimal hasil pemilihan dan nama yang telah dipilih.
Setelah itu, Paus yang terpilih akan tampil di balkon Basilika Santo Petrus, dimana Cardinal Proto-Deacon akan mengumumkan nama Paus yang baru dengan mengatakan, ”Annutio vobis gaudium magnum; Habernus Papam!” yang artinya “Aku mengumumkan kepada kalian kabar sukacita besar; Kita memiliki Paus!”
Seetelah itu beliau akan memberikan berkat apostolik Urbi et Orbi “yang merupakan ”Untuk kota [Roma] dan untuk dunia.”
Dari balkon Basilika Santo Petrus. Berkat ini bersifat sangat khusus karena dihubungkan dengan indulgensi penuh, yaitu penghapusan hukuman atas dosa bagi mereka yang memenuhi syarat rohani tertentu (seperti pengakuan dosa, komuni suci, dan tidak terikat pada dosa berat).
Hingga saat ini, tidak ada kampanye resmi atau daftar kandidat kuat pengganti Paus Fransiskus. Semuanya masih spekulasi.
Meski demikian, saatbini beredar 16 nama Kardinal yang dinilai menjadi calon kuat menggantikan Paus Fransiskus, yaitu.
- Pietro Parolin (Italia),
Berumur 70 tahun, adalah orang nomor dua setelah Paus Fransiskus di Vatikan.
Dikenal sebagai sosok yang tenang dan penuh dengan humor, dia memiliki pemahaman yang baik tentang Kura Roma, pemerintah pusat Takhta Suci, dan bagian dari kelompok kardinal penasihat Paus Fransiskus.
Ia juga memainkan peran penting yang juga kontroversial dalam perjanjian Vatikan tahun 2018 dengan China terkait penunjukan uskup.
Kardinal Parolin dianggap sebagai calon terdepan untuk paus berikutnya.
- Pierbattista Pizzaballa (Italia)
Kardinal Pizzaballa adalah pemimpin Katolik terkemuka di Timur Tengah yang keuskupan agungnya meliputi Israel, Palestina, Yordania, dan Siprus.
Paus Fransiskus menahbiskannya jadi kardinal pada September 2023, tidak lama setelah perang antara Israel dan Hamas pecah.
Ia memohon perdamaian di Gaza dan Israel, dan memimpin misa Natal di Gaza dan Yerusalem pada 2024 lalu.
- Matteo Maria Zuppi (Italia)
Berusia 69 tahun, merupakan Uskup Agung Bologna.
Dia anggota komunitas Roma Sant’Egidio dan telah bertugas selama 3 dekade sebagai diplomat rahasia untuk Vatikan, termasuk bertugas sebagai utusan khusus perdamaian Paus Fransiskus untuk Ukraina.
Dikenal karena sering bersepeda di sekitar Bologna, Kardinal Zuppi adalah sosok yang populer selama mendedikasikan pelayanannya kepada orang-orang yang membutuhkan.
Dia juga mengadvokasi penerimaan imigran dan umat Katolik gay ke dalam gereja.
Dia jadi presiden Konferensi Episkopal Italia sejak 2022.
- Claudio Gugerotti (Italia)
Usia 69 tahun, merupakan akademisi dan diplomat multibahasa dari kota Verona, Italia. Dia juga pakar Gereja Timur.
Kardinal Gugerotti bertugas sebagai nuncio atau duta besar Takhta Suci di sejumlah negara seperti Georgia, Armenia, Azerbaijan, Belarus, hingga Ukraina.
Sebagai penulis sejumlah buku, Kardinal Gugerotti menghindari mengomentari isu-isu kontroversial.
Dia diangkat jadi Prefek Dikasteri untuk Gereja Timur pada 2022 dan ditahbiskan jadi kardinal pada 2023.
- Jean-Marc Aveline (Prancis)
Umur 66, merupakan Uskup Agung Marseille yang lahir di Aljazair. Ia menghabiskan sebagian besar hidupnya di kota pelabuhan Marseille.
Seperti Paus Fransiskus, teman dekatnya, dia sangat vokal menerima imigran dan mempromosikan dialog antaragama.
- Anders Arborelius (Swedia)
Umur, 75, merupakan Uskup Stockholm dan ditahbiskan sebagai kardinal pertama dari Swedia pada 2017.
Dia penganut Katolik di negara Skandinavia yang mayoritas Kristen Protestan, serta rumah bagi salah satu masyarakat paling sekuler di dunia.
Dia adalah Uskup Katolik Swedia pertama sejak Reformasi Protestan dan pembela setia doktrin gereja, khususnya menentang izin perempuan menjadi diaken atau memberkati pasangan sesama jenis.
Seperti Paus Fransiskus, Kardinal Arborelius menyambut imigran masuk Eropa, termasuk mereka yang Kristen, Katolik, dan yang ingin masuk Katolik.
- Mario Grech (Malta)
Lahir di desa kecil di Malta, 68 tahun lalu. Dia adalah perantara perdamaian dan calon potensial kepausan.
Kardinal Grech merupakan sekretaris jeneral Sinode Uskup, badan yang mengumpulkan informasi dari gereja lokal mengenai isu-isu penting gereja seperti kedudukan perempuan atau janda yang menikah lagi, dan meneruskannya kepada paus.
Ia harus menjadi penyeimbang — mengikuti arahan Paus Fransiskus dalam menciptakan gereja yang terbuka dan penuh perhatian, tapi juga mengakui kekhawatiran kaum konservatif.
- Peter Erdo (Hungaria)
Uskup Agung Metropolitan Esztergom-Budapest, 72 tahun, seorang intelektual dan pakar yang dihormati di bidang hukum canon.
Kardinal Erdo berbicara dalam 7 bahasa, mempublikasikan lebih dari 25 buku, dan diakui karena keterbukaannya terhadap agama lain.
Namun, ia dikritik karena hubungannya dengan Perdana Menteri Viktor Orban yang memiliki pandangan keras terkait imigran.
Dia juga dikenal karena antusiasmenya terhadap penginjilan.
Latar belakang Kardinal Erdo menarik karena tumbuh besar di lingkungan Komunisme.
Ia juga dikenal konservatif — menentang pernikahan sesama jenis dan orang yang bercerai dan menikah lagi.
- Jean-Claude Hollerich (Luksemburg)
Kardinal Hollerich merupakan seorang Yesuit seperti Paus Fransiskus. Dia menghabiskan lebih dari 20 tahun di Jepang, merupakan pakar hubungan Eropa-Asia, dan sastra Jerman.
Dia teguh pada dogma, tapi tetap terbuka dengan kebutuhan gereja beradaptasi dengan perubahan masyarakat seperi Paus Fransiskus.
Di bawah kepausan Paus Fransiskus, dia dipercaya sebagai penasihat di Dewan Kardinal.
Kardinal Hollerich mendorong kaum awam, khususnya anak muda, untuk lebih terlibat di gereja.
Dia fasih berbahasa Inggris dan aktif di media sosial, pembicara yang fasih dan penuh humor seperti Paus Fransiskus.
Ia peduli kaum miskin, imigran, dan orang-orang terpinggirkan.
Dia ditahbiskan jadi kandidat di masa kepausan Paus Benediktus XVI pada 2012 dan dinilai jadi kandidat paus pada konklaf tahun 2013.
- Charles Maung Bo (Myanmar)
Kardinal Bo merupakan Uskup Agung Yangon dan menjadi kardinal dari negara mayoritas Buddha pertama.
Kardinal Bo menyerukan dialog dan rekonsiliasi di Myanmar yang dilanda konflik, dan membela Rohingya yang mayoritas Islam, menyebut mereka korban pembersihan etnis.
Dia adalah Kepala Federasi Konferensi Uskup Asia (FABC) pada tahun 2019 dan 2024.
- Peter Turkson (Ghana)
Uskup Agung Emeritus Cape Coast, 76 tahun, salah satu kardinal paling berpengaruh di Afrika.
Selama bertahun-tahun, dia digadang-gadang sebagai calon paus kulit hitam pertama.
Kardinal Turkson diangkat jadi kardinal oleh Paus Yohanes Paulus II pada 2003.
Ia pernah jadi utusan dan mediator kepausan, jadi kepala Departemen Vatikan Tingkat Atas, dan kepala Departemen untuk Mendorong Pembangunan Manusia Integral yang menangani issu HAM dan imigran.
Ia lahir dalam keluarga sederhana dengan 10 anak. Kardinal Turkson mengkritik undang-undang anti gay di Uganda, tetapi membela moralitas seksual Katolik.
- Robert Sarah (Guinea)
Usia 79 tahun, merupakan mantan prefek Kongregasi untuk Ibadat Ilahi dan Disiplin Sakramen.
Dia merupakan penentang keras homoseksualitas, aborsi, dan fanatisme Islam.
Dia juga mengecam pemberkatan pasangan sesama jenis.
Para ahli menilai, dia terlalu konservatif untuk memenangkan mayoritas dua pertiga suara di konklaf.
- Fridolin Ambongo Besungu (Republik Demokratik Kongo)
Kardinal, 65 tahun, merupakan Uskup Agung Kinshasa dan satu-satunya kardinal dari Afrika di Dewan Penasihat Kardinal Paus Fransiskus.
- Fridolin Ambongo Besungu (Republik Demokratik Kongo)
Umur 65, merupakan Uskup Agung Kinshasa dan satu-satunya kardinal dari Afrika di Dewan Penasihat Kardinal Paus Fransiskus.
Ia juga pemimpin asosiasi uskup Afrika, SECAM.
Dia lantang menyuarakan perdamaian di negaranya yang dilanda konflik, blak-blakan dalam pandangan konservatifnya.
Ia secara khusus menandatangani surat pada bulan Januari 2024 yang menyuarakan menentang deklarasi Vatikan yang mengizinkan para pastor untuk melaksanakan pemberkatan non-liturgis bagi pernikahan sesama jenis.
Dalam sebuah wawancara pada tahun 2023, Kardinal Besungu menyatakan Afrika adalah masa depan gereja.
- Robert Francis Prevost (Amerika Serikat)
Kardinal 69 tahun, menghabiskan waktu bertahun-tahun sebagai misionaris di Peru dan merupakan Uskup Agung-Uskup emeritus Chiclayo di sana.
Dia diangkat jadi kardinal oleh Paus Fransiskus pada 2023, juga merupakan Presiden Komisi Kepausan untuk Amerika Latin.
- Timothy Dolan (Amerika Serikat)
Usia 75 tahun, adalah Uskup Agung New York dan merupakan seorang konservatif teologis yang sangat menolak aborsi.
Di tengah menyusutnya jumlah anggota gereja di New York, Kardinal Dolan berusaha merangkul populasi Hispanik yang terus bertambah, yang sebagian besar beragama Katolik. (Dari berbagai sumber/Redaksi)