humaniora Pilihan redaksi
Home » Diskusi Panel Internasional: “Mis-informasi dan Dis-informasi dalam Situasi Darurat (Perang dan Bencana)”

Diskusi Panel Internasional: “Mis-informasi dan Dis-informasi dalam Situasi Darurat (Perang dan Bencana)”

Salatiga, Cakrawala – Politeknik Bhakti Semesta Salatiga bekerja sama dengan International Volunteers for Peace (IVP) Indonesia dan The Tamborae Institute akan menyelenggarakan Diskusi Panel Internasional bertajuk “Mis-informasi dan Dis-informasi dalam Situasi Darurat (Perang dan Bencana)”. Kegiatan ini bertujuan memperkuat ketahanan informasi publik di tengah meningkatnya penyebaran hoaks dalam konteks bencana alam dan konflik kemanusiaan, baik di tingkat global maupun regional.

Acara akan dilaksanakan pada Senin, 22 Desember 2025, pukul 14.00–16.00 WIB, bertempat di Kampus Politeknik Bhakti Semesta, Salatiga. Diskusi ini diperkirakan diikuti oleh 80–100 peserta yang berasal dari kalangan akademisi, mahasiswa, jurnalis, praktisi kemanusiaan, serta perwakilan organisasi non-pemerintah. Kegiatan akan diselenggarakan dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris dengan dukungan penerjemah simultan.

Misinformasi dan Disinformasi dalam Krisis: Ancaman Nyata bagi Keselamatan Publik:

Pengalaman Indonesia pada gempa dan tsunami Palu-Donggala (2018) serta tsunami Selat Sunda (2018) menunjukkan dampak nyata misinformasi dan disinformasi terhadap efektivitas respons darurat. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sendiri kerap menghadapi situasi di mana mereka harus mengklarifikasi informasi keliru yang beredar luas di masyarakat, seperti mengenai gempa susulan.
Tak jauh berbeda dari BNPB, sepanjang tahun 2024 Komdigi Identifikasi 1.923 Konten Hoaks (sumber: Komdigi).

Menurut Veil, Buehner, dan Palenchar dalam artikel mereka “A Work-in-Process Literature Review: Incorporating Social Media in Risk and Crisis Communication” (2011), “Misinformasi dapat menyebabkan kepanikan di kalangan warga masyarakat bila berisi informasi yang mengancam atau menakutkan. Contohnya adalah klaim palsu tentang tingkat keparahan suatu bencana atau bahaya kesehatan”.

Literasi Media Makin Krusial Untuk Tangkal Informasi Palsu

Sementara itu, dalam situasi konflik, disinformasi kerap digunakan sebagai instrumen perang informasi untuk memanipulasi sentimen etnis, agama, atau politik. Disinformasi semacam ini tidak hanya memperdalam polarisasi, tetapi juga menghambat kerja lembaga kemanusiaan.

Sebagaimana dikemukakan Claire Wardle dalam tulisannya “Information Disorder: Toward an Interdisciplinary Framework for Research and Policymaking. Council of Europe” (2017) bahwa disinformasi konflik merupakan taktik sistematis untuk memicu emosi, memecah belah komunitas, dan meruntuhkan legitimasi aktor perdamaian.

Pentingnya Pendekatan Kolaboratif

Menghadapi tantangan tersebut, diperlukan pendekatan kolaboratif lintas sektor yang melibatkan lembaga kemanusiaan internasional, perguruan tinggi, media, pemerintah, dan masyarakat sipil. Strategi yang direkomendasikan mencakup penguatan sistem umpan balik dan informasi berbasis komunitas, pelatihan verifikasi digital bagi civitas academika, relawan dan jurnalis, serta pengembangan literasi media yang terintegrasi dalam pendidikan dan kampanye publik. Inisiatif pemeriksaan fakta kolaboratif seperti CekFakta di Indonesia menjadi salah satu rujukan praktik baik (lihat: cekfakta.com).

Diskusi panel ini diharapkan menjadi ruang berbagi pengetahuan dan pengalaman lapangan, sekaligus katalis bagi perumusan kerangka kolaboratif yang aplikatif untuk meningkatkan kualitas respons informasi dalam situasi darurat, khususnya bagi kelompok masyarakat yang paling rentan.

Publik Diimbau Cek Fakta Mandiri Antisipasi Hoax

Narasumber

Kegiatan ini akan menghadirkan dua pembicara utama:

Wilbert Helsloot
Koordinator Peace Messenger – Service Civil International (SCI)
Topik: “Mis-informasi dan Dis-informasi dalam Situasi Emergensi”

Paparan akan mencakup pengalaman SCI dalam kerja-kerja solidaritas di wilayah konflik dan bencana, termasuk jenis hoaks yang kerap menghambat aktivitas relawan, strategi verifikasi informasi, serta dampak psikologis dan operasional dis-informasi terhadap relawan dan pengungsi.

Wisnu T Hanggoro

Sejarah Mencatat Perangnya, “Jalan Sunyi” Mencatat Air Matanya: Novel Terbaru Ungkap Sisi Rapuh Sang Panglima Besar

The Tamborae Institute
Topik: “Tantangan Media Asia Tenggara, khususnya Indonesia, dalam Menghadapi Mis-informasi dan Dis-informasi di Tengah Krisis”
Fokus pembahasan meliputi peta dis-informasi regional, peran media sosial sebagai akselerator hoaks, tantangan verifikasi cepat bagi jurnalis, serta peluang kolaborasi antara media, pemerintah, dan masyarakat sipil.

Diskusi akan dibuka oleh Prof. Dr. Ir. Bambang Supriyadi, CES, DEA, Direktur Politeknik Bhakti Semesta Salatiga sekaligus Guru Besar Universitas Gadjah Mada. (Redaksi)