SEMARANG (Cakrawala) – Asosiasi Jurnalis Independ (AJI) dan Lembaga Yayasan Bantuan Hukum (YLBHI) mengecam tindakan represif aparat kepada jurnalis dan mahasiswa dalam Aksi May Day di Semarang, 1 Mei lalu, yang berakhir ricuh.
Aksi May Day di depan Kantor Gubernur Jateng Kota Semarang berlangsung ricuh antara pendemo dan aparat keamanan, Kamis 1 Mei 2025.
AJI Kota Semarang mengecam keras tindakan represif aparat kepolisian terhadap jurnalis, salah satunya Jamal Abdun Nasr, wartawan Tempo saat meliput aksi demonstrasi Hari Buruh Internasiona di Kota Semarang.
Jamal mengalami tindakan kekerasan oleh aparat sebanyak dua kali., yaitu di depan gerbang kantor Gubernur Jawa Tengah pukul 17.30 WIB di gerbang kampus Undip Pleburan sekira pukul 20.36.
Jamal saat itu sedang duduk di trotoar bersama sejumlah jurnalis lainnya yang jaraknya cukup jauh dengan pintu gerbang Undip.
Insiden bermula adu argumen antara para jurnalis denhan aparat seputar larangan merekam.
Para jurnalis.sempat mendapatkan intimidari dari aparat, bahkan Jamal mendapatkan serangan pukulan.
Melihat Jamal dipukul, para jurnalis lainnya berusaha melawan tetapi diusir oleh Wakapolda Jawa Tengah untuk meninggalkan lokasi.
Sedangkan DS, pimpinan redaksi pers mahasiswa, juga dipukul saat merekam kekerasan terhadap massa aksi, meski DS sudah menyarakan dirinya wartawan.
Akibatnya DS mengakami mluka robek di wajah hingga harus mendapatkan jahitan.
Selain itu, kekerasan juga dialami empat anggota Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) masing-masing dua dari LPM Justisia Universitas Islam Negeri (UIN) Semarang dan dua dari LPM Vokal dari Universitas PGRI Semarang (UPGRIS).
Ketua AJI Kota Semarang, Aris Mulyawan, menegaskan peristiwa ini adalah bentuk pelanggaran serius terhadap kemerdekaan pers dan mencoreng wajah demokrasi.
“Kami mengecam tindakan represif ini dan mendesak agar pelakunya diusut tuntas. Kekerasan terhadap jurnalis bukan insiden biasa, ini ancaman terhadap hak publik,” tegasnya, Jumat 2 Mei 2025.
Menurut Aris, tindakan aparat terhadap Jamal dan DS berpotensi melanggar pasal-pasal dalam UU Pers.
“Selain itu tindakan aparat mengarah pada tindak pidana penghalangan kerja pers,” katanya.
Mahasiswa Ditangkap
Sementara itu, pendamping hukum aksi May Day Semarang, M Fajar Andika mengemukakan, hingga Jumat 2 Mei pagi puluhan mahasiswa masih ditahan di Mapolrestabea Semarang.
“Ada 18 orang yang ditangkap, namun, 4 orang sudah dibebaskan, 14 lainnya masih ditahan,” kata Dhika, tadi pagi.
Ia menyebutkan, sebanyak 5 mahasiswa yang mengalami luka langsung dilarikan ke RS Roemani untuk mendapatkan perawatan medis.
“Sebelum penangkapan ini terjadi, aparat kepolisian lagi-lagi melakukan tindakan brutal, tindakan represif berupa penembakan gas air mata,” ungkapnya.
Dari Jakarta dilaporkan,
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menyebut polisi melakukan brutalitas dan represivitas saat menghadapi aksi May Day di Semarang, Jawa Tengah.
YLBHI mengatakan polisi menembak gas air mata dan meriam air (water cannon) sekitar 17.30 WIB, Kamis (1/5). Massa yang terdiri dari mahasiswa dan buruh mengalami sesak napas.
“Brutalitas dan represivitas yang dilakukan aparat kepolisian dengan menembakkan gas air mata, water canon, hingga melakukan pemukulan terhadap massa aksi dengan melakukan pengejaran hingga di dalam kampus Undip Pleburan,” kata YLBHI dalam keterangan tertulis, Kamis (1/5).
YLBHI mencatat 18 orang mahasiswa ditangkap dan dibawa ke Markas Polrestabes Semarang. Mereka disebut juga mengalami pemukulan.
Selain itu, banyak mahasiswa yang dilarikan ke rumah sakit. YLBHI juga mendapatkan laporan motor-motor massa aksi May Day Semarang hilang.
YLBHI menyebut polisi dan ratusan preman mengepung kampus Undip Pleburan pada Kamis (1/5) malam. Mereka memperkirakan ada sekitar 400 orang mahasiswa yang sedang mengamankan diri di dalam kampus.
“Kami menuntut dan mendesak agar segera bebaskan kawan-kawan kami yang saat ini ditangkap dan kawan-kawan yang disandera di dalam kampus,” tulis YLBHI.
SOP Kepolisian
Sementara Kabid Humas Polda Jateng Kombes Arianto mengatakan pihaknya terpaksa mengamankan belasan orang agar perayaan Hari Buruh tetap tertib.
Menurut dia, serikat buruh sudah menyampaikan aspirasinya dan diterima oleh Gubernur dan berjalan lancar.
“Namun, di balik ini semua ternyata ada satu kelompok lain bergabung dengan mahasiswa lainnya yang melakukan aksi unjuk rasa anarkis,” kata Arianto.
Menurut Artanto kelompok itu melakukan pembakaran, pelemparan terhadap petugas, sehingga dibubarkan dengan cara yang sesuai dengan SOP kepolisian. (Redaksi)