Pilihan redaksi Politik
Home » Aparat Terus Berupaya Ungkap Penyusup Demo Rusuh Pada Agustus di Jateng

Aparat Terus Berupaya Ungkap Penyusup Demo Rusuh Pada Agustus di Jateng

Diskusi Publik Demo Rusuh Atau Perusuh Demo di Kantor Gubernur Jateng, Kamis 9 Oktober 2025. Foto: Cakrawala

Semarang, Cakrawala – Aparat Kepolisian hingga saat ini masih berusaha mengungkap para penyusup yang memprovokasi terjadinya kerusuhan dalam demo akhir Agustus 2025.

Kabag Wasidik Direskrim Polda Jateng AKBP Prawoko mengemukakan, penanganan demo dilakukan sesuai eskalasi dari tertib menjadi tidak tertib, dari orasi, meningkat kepada kontak fisik, melempar, membakar, merusak.

“Sampai saat ini Polisi masih terus berupaya mengungkap penyusup yang memprovokasi kerusuhan pada demo Agustus lalu,” ujarnya pada diskusi publik di Kantor Gubernur Jateng, Kamis 9 Oktober 2025.

Diskusi bertajuk ‘Demo Rusuh atau Perusuh’ itu diselenggarakan Forum Wartawan Peliput Jawa Tengah (FWPJT) bekerjasama dengan Bank Jateng dan Pemprov Jateng.

Menurut dia, dalam demo Agustus lalu sudah terjadi penyerangan terhadap fasilitas umum sehingga perlu dilakukan pengendalian massa.

FWPJT Gelar Diskusi Publik ‘Rusuh Demo’

Penanganan tersebut, jelasnya dilakukan sesuai dengan berbagai ketentuan mengenai tata cara penyampaian pendapat di muka umum.

“Para perusuh demo itu adalah mereka yang menyusup dan memprovokasi agar terjadi kerusuhan,” kata Purwoko.

Dia menegaskan, saat itu yang terjadi pada Agustus adalah penyerangan yang membahayakan jiwa, barang dan prasarana umum.

Fakta-fakta tersebut yang terjadi di Jawa Tengah itu, katanya, hampir merata di seluruh kabupaten yang ada demo.

“Oleh karena itu, Polisi saat itu harus melakukan tindakan terhadap pelaku dan penyerangan dalam demo,” tukasnya.

27 DPW Dukung Agus Suparmanto Maju Caketum PPP

Sementara itu, Syifaul Arifin dari Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) banyak disinformasi yang terjadi pada demo Agustus 2025 di Jateng.

Ada frustrasi publik yang dipicu kejengkelan massa terhadap berbagai fenomena, seperti kenaikan pajak, tunjangan DPR yang dinilai tidak wajar yang terus memuncak dan berbuntut perusakan.

Namun dalam penanganannya, aparat Kepolisian sering menggunakan narasi klise seperti demo yang ditunggangi kelompok tertentu.

“Sayangnya ini juga yang menjadi berita di berbagai media,” ujarnya.

Disinformasi terjadi melalui berbagai platform media sosial sebagai sarana bertukar informasi.

Gus Yasin Dorong Aklamasi Pemilihan Ketum PPP, Agus Suparmanto Raih 70% Dukungan

Menurut dia, banyak konten lama yang diunggah ulang dengan pembaruan caption untuk tujuan memanaskan emosi publik, video palsu hasil AI, dan lainnya.

“Hal itu juga memberi andil
terhadap kerusuhan yang terjadi,” tuturnya.

Syerli, pelajar SMA Kaliwungu mengemukakan memang pemerintah harus dikritik, tetapi sebagai gen Z berharap hal itu ditanggapi dengan dialog sebelum terjadi demo yang diwarnai tindakan rusuh.

“Soalnya sekarang no viral no justice, jadi kritik harus cepat ditanggapi,” tuturnya.

Demo Agustus juga banyak menyeret para pelajar SMA yang tergoda oleh berbagai informasi di media sosial.

Pengamat sosial Universitas Bhayangkara, T Supriyadi mengemukakan media sosial saat ini memang sudah kebablasan, apapun bisa tayang tanpa chek and rechek.

Kondisi itu sehingga berpotensi menimbulkan misinformasi, termasuk provokasi yang akhirnya mempengaruhi emosi massa dalam demo.

“Kasus demo Jateng banyak melibatkan anak dibawah umur akibat pengaruh media sosial,” katanya.

Sementara tugas aparat dalam menyikapi demo adalah untuk mengamankan bukan melawan pendemo.

“Penanganan aparat sudah sangat prosedural, namun eskalasi demo yang terus meningkat secara psikologis mendorong emosi baik pendemo maupun aparat sehingga memicu bentrokan,’ jelasnya.

Sementara ketidakpuasan publik terhadap berbagai kebijakan pemerintah tidak tertangani dengan cepat sesuai harapan publik.