CAKRAWALA – JAKARTA, Presiden Prabowo Subianto pada Senin, 8 September 2025, secara mengejutkan mengumumkan perombakan besar Kabinet Merah Putih. Keputusan ini, yang menandai perombakan kedua dalam tahun pertama pemerintahannya, diambil di tengah gejolak politik dan sosial yang signifikan, menyusul gelombang demonstrasi anti-pemerintah yang meluas di seluruh Indonesia sejak akhir Agustus.
Aksi protes yang mematikan ini dipicu oleh kemarahan publik terhadap tunjangan perumahan bulanan sebesar Rp 50 juta untuk anggota DPR, yang dinilai tidak peka di tengah meningkatnya biaya hidup dan tingginya angka pengangguran. Situasi semakin memanas setelah kematian tragis seorang pengemudi ojek daring, Affan Kurniawan, yang terlindas oleh mobil lapis baja polisi selama demonstrasi di Jakarta.
Pergantian sejumlah figur kunci, terutama pencopotan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Menteri Koordinator Politik dan Keamanan Budi Gunawan, dianggap sebagai manuver politik untuk meredakan kemarahan publik dan memulihkan kepercayaan yang terkikis. Menteri Sekretaris Negara, Prasetyo Hadi, menyatakan bahwa perombakan dilakukan berdasarkan “masukan dan evaluasi yang dilakukan terus-menerus” oleh Presiden.
Dampak Ekonomi: Pasar yang Volatil dan Kekhawatiran Investor
Dampak perombakan ini terhadap pasar keuangan terasa segera dan dramatis. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok 1,28% atau 100,49 poin, ditutup pada level 7.766,85, menghapus seluruh kenaikan yang terjadi sejak awal perdagangan hari itu . Meskipun mata uang Rupiah menguat tipis sebesar 123 poin ke level Rp 16.309 per Dolar AS, kinerja pasar saham yang merosot menjadi indikator utama kekhawatiran investor.
Anjloknya pasar saham secara signifikan disebabkan oleh pergantian Menteri Keuangan. Sri Mulyani Indrawati, yang secara luas dianggap sebagai “simbol stabilitas kebijakan fiskal,” dicopot dari jabatannya. Kepergiannya menciptakan kekosongan kredibilitas, karena investor global dan domestik khawatir akan potensi perubahan kebijakan fiskal yang disiplin dan hati-hati yang selama ini menjadi ciri khasnya. Sentimen negatif pasar sebelumnya juga pernah terlihat pada Maret 2025, ketika rumor mundurnya Sri Mulyani memicu penurunan IHSG hingga 6,12%.
Namun, dampak ekonomi dari perombakan ini tidak seragam. Analisis menunjukkan bahwa saham-saham sektor perbankan terpuruk, sementara saham sektor rokok, seperti HM Sampoerna dan Gudang Garam, justru menguat . Kenaikan saham rokok ini diyakini didorong oleh ekspektasi investor bahwa kebijakan cukai tembakau yang ketat di era Sri Mulyani berpotensi melunak di bawah kepemimpinan menteri baru.
Pandangan Ahli: Domestik dan Internasional
Perombakan kabinet ini menghasilkan tanggapan yang berbeda dari para pakar. Dari dalam negeri, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira, melihat perombakan ini sebagai respons yang sudah lama dinantikan . Ia berpendapat bahwa tuntutan untuk mengganti Sri Mulyani muncul dari kritik atas “ketidakmampuan dalam mendorong kebijakan pajak yang berkeadilan, pengelolaan belanja yang hati-hati, dan naiknya beban utang yang kian mempersempit ruang fiskal”.
Sementara itu, para pengamat internasional, seperti Australian Institute of International Affairs (AIIA), menawarkan perspektif yang lebih luas. Laporan mereka menilai perombakan ini sebagai “keharusan mendesak” dan “reset strategis” untuk memperbaiki kredibilitas Indonesia baik di dalam maupun di luar negeri.
Laporan AIIA secara spesifik mengaitkan perombakan ini dengan kegagalan diplomatik besar, yaitu runtuhnya usulan kesepakatan energi senilai US$15,5 miliar dengan pemerintahan Trump. Laporan tersebut menyalahkan “krisis kepemimpinan yang lebih dalam” dan mengkritik kurangnya visi strategis dalam kebijakan luar negeri Indonesia.
AIIA melihat Sri Mulyani bukan sebagai penyebab masalah, melainkan sebagai “suara akal sehat tunggal” yang peringatannya tentang perlunya reformasi yang kredibel diabaikan oleh para pemimpin politik. Laporan tersebut juga mengkritik kinerja Menteri Luar Negeri dan menyebut kekosongan duta besar di Washington sejak 2023 sebagai bukti ketidakseriusan Jakarta terhadap mitra ekonominya.
Tantangan Ke Depan
Dengan pelantikan Purbaya Yudhi Sadewa sebagai Menteri Keuangan, Mukhtarudin sebagai Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, dan Ferry Juliantono sebagai Menteri Koperasi, kabinet baru kini dihadapkan pada tantangan yang signifikan. Yang paling menonjol adalah keputusan untuk tidak segera mengisi posisi Menko Polkam dan Menpora. Kekosongan ini mengisyaratkan negosiasi politik yang rumit di balik layar.
Keberhasilan perombakan ini akan sangat bergantung pada kemampuan kabinet baru untuk mengatasi tantangan ekonomi dan politik yang saling terkait. Di satu sisi, mereka harus menenangkan pasar yang khawatir dan membangun kembali kepercayaan investor. Di sisi lain, mereka harus merumuskan kebijakan yang dapat merespons tuntutan publik akan keadilan ekonomi dan efisiensi birokrasi, sambil menegaskan kembali kredibilitas Indonesia di panggung dunia.