humaniora Krimimal Politik
Home » Kematian dr. Marwan al-Sultan: Tragedi di Tengah Deru Bom dan Derita Gaza

Kematian dr. Marwan al-Sultan: Tragedi di Tengah Deru Bom dan Derita Gaza

Jenazah dr. Marwan Al-Sunthan, Direktur RS Indonesia di Gaza

Gaza, Cakrawala – Rabu pagi, 2 Juli 2025, langit di atas Kota Gaza masih dipenuhi suara dentuman. Debu dan serpihan puing mengepul dari kawasan Tal al-Hawa, salah satu titik padat di barat daya Gaza City. Di balik reruntuhan sebuah rumah, warga menemukan tubuh seorang pria paruh baya, terbaring tak bernyawa di antara puing beton dan pecahan kaca. Ia adalah dr. Marwan al-Sultan, Direktur Rumah Sakit Indonesia di Gaza Utara. Di sampingnya, tergeletak pula jasad istrinya dan salah satu anak mereka. Mereka tak sempat menyelamatkan diri. Rumah mereka dihantam serangan udara Israel dini hari itu.

Kabar itu dengan cepat menyebar di media sosial dan jaringan rumah sakit. Dalam waktu singkat, komunitas medis, lembaga kemanusiaan, dan pemerintah Indonesia turut menyampaikan duka. Bukan hanya karena dr. Marwan adalah sosok sentral di Rumah Sakit Indonesia—satu dari sedikit fasilitas medis yang masih bertahan di Gaza Utara—tetapi juga karena ia merupakan salah satu dari dua dokter spesialis jantung terakhir yang tersisa di wilayah tersebut.

Sejak agresi militer Israel meningkat pasca Oktober 2023, Gaza berubah menjadi kuburan terbuka. Rumah sakit dibom, dokter dibunuh, dan ambulans dihentikan sebelum mencapai pasien. Dalam situasi itu, dr. Marwan berdiri sebagai simbol keteguhan. Ia tetap tinggal di Bait Lahia, tempat Rumah Sakit Indonesia berdiri, meski rumah sakit itu sendiri berkali-kali menjadi target serangan. “Dia selalu bilang, ‘kalau saya pergi, siapa yang akan tinggal merawat mereka?’” kenang seorang rekan sejawatnya, seperti dikutip The Guardian.

Namun semangat pengabdian itu terhenti dini hari tadi. Pesawat tempur Israel menjatuhkan rudal ke kawasan permukiman tempat tinggalnya. Tidak ada indikasi bahwa bangunan itu digunakan untuk keperluan militer. Warga sekitar menyatakan bahwa rumah dr. Marwan hanyalah tempat tinggal biasa. Tapi di tengah kabut perang, pembeda antara rumah dan markas tampaknya telah memudar.

Pemerintah Indonesia merespons keras. Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menyatakan kemarahan dan duka mendalam atas serangan yang “tidak hanya melanggar hukum internasional, tetapi juga merenggut nyawa orang-orang yang mendedikasikan hidupnya untuk kemanusiaan.” Ketua DPR RI Puan Maharani, bersama Komisi I dan BKSAP DPR, menyebut tragedi ini sebagai alarm moral bahwa komunitas global telah gagal melindungi warga sipil Gaza. Bahkan sejumlah anggota DPR menyebut tindakan Israel sebagai bentuk genosida terbuka terhadap rakyat Palestina.

Fadil Imran di Pusaran Kritik: Jabatan Ganda dan Tata Kelola

Di lapangan, situasi semakin memburuk. Rumah Sakit Indonesia, yang pernah dibangun dengan gotong-royong rakyat Indonesia, kini beroperasi di bawah tekanan luar biasa. Listrik terbatas, pasokan medis menipis, dan tenaga kesehatan makin berkurang. Dengan wafatnya dr. Marwan, praktis satu dari sedikit tenaga spesialis yang tersisa telah tiada. Para perawat yang bertugas di sana menyebut kondisi rumah sakit kini “seperti ruang tunggu kematian.”

Kematian dr. Marwan bukan hanya kehilangan pribadi bagi komunitas medis, tapi juga simbol runtuhnya nilai-nilai kemanusiaan di tengah konflik. Ia bukan tentara. Ia bukan politisi. Ia seorang dokter yang berdiri di garis depan, bukan untuk bertempur, tetapi untuk merawat luka. Ia memilih tinggal saat orang lain memilih pergi. Dan kini, ia pergi dalam senyap, bersama keluarganya, di antara puing rumahnya sendiri.

Tragedi ini menambah panjang daftar serangan yang merenggut nyawa tenaga kesehatan di Gaza. Dalam sembilan bulan terakhir, ratusan dokter dan relawan medis gugur di tengah tugas. Dunia internasional mengecam, tetapi serangan terus berlanjut. PBB telah berulang kali menyerukan gencatan senjata, namun suara mereka nyaris tenggelam dalam deru bom.

Kini nama dr. Marwan al-Sultan tak lagi tertera di daftar dokter jaga Rumah Sakit Indonesia. Tapi di hati rakyat Gaza dan masyarakat Indonesia, namanya abadi sebagai sosok yang memilih setia pada sumpah profesi, bahkan hingga akhir hayat.

KMP Tunu Pratama Jaya Tenggelam di Selat Bali, 4 Tewas dan Puluhan Masih Hilang