Jakarta, Cakrawala – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan lima individu sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait proyek pembangunan dan preservasi jalan di Sumatera Utara (Sumut). Penangkapan ini merupakan hasil Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan KPK, dengan total nilai proyek yang terlibat mencapai Rp231,8 miliar. Salah satu tersangka utama yang ditahan adalah Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Sumut, Topan Ginting, bersama empat tersangka lainnya.
Operasi senyap KPK ini dimulai pada Kamis malam, 26 Juni 2025, di Mandailing Natal, Sumatera Utara, di mana sejumlah individu berhasil diamankan Keesokan harinya, Jumat, 27 Juni 2025, tujuh orang yang ditangkap diterbangkan ke Jakarta untuk menjalani pemeriksaan intensif di Gedung Merah Putih KPK Setelah serangkaian pemeriksaan, pada Sabtu, 28 Juni 2025, KPK secara resmi mengumumkan penetapan lima dari tujuh orang tersebut sebagai tersangka. Perbedaan jumlah ini menunjukkan bahwa satu orang belum memenuhi unsur bukti yang cukup untuk ditetapkan sebagai tersangka Selain penangkapan, sebuah kantor kontraktor juga dilaporkan disegel selama OTT di Sumut, mengindikasikan cakupan investigasi yang lebih luas.
Dugaan korupsi dalam kasus ini secara dominan terkait dengan proyek pembangunan dan preservasi jalan di Sumatera Utara KPK mengidentifikasi adanya dua klaster korupsi yang berbeda dalam operasi ini. Klaster pertama melibatkan dugaan korupsi pembangunan jalan di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Sumut, khususnya proyek pembangunan Jalan Sipiongot Batas Labusel dan Jalan Hutaimbaru-Sipiongot. Total nilai kedua proyek ini secara eksplisit disebutkan mencapai Rp157,8 miliar. Klaster kedua menyangkut proyek-proyek di Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional (Satker PJN) Wilayah 1 Sumut, yang melibatkan berbagai pekerjaan preservasi dan rehabilitasi jalan. Secara keseluruhan, nilai proyek yang terlibat dalam dugaan korupsi ini mencapai angka substansial, yaitu Rp231,8 miliar. Sebagai bagian dari operasi ini, KPK juga menyita uang tunai senilai Rp231 juta, yang diduga merupakan sisa pembayaran proyek.
Modus operandi yang terungkap dalam kasus ini menunjukkan pola korupsi yang terstruktur dan melibatkan kolusi antara pihak penyelenggara negara dan swasta. Salah satu metode utama yang diidentifikasi adalah manipulasi sistem e-katalog untuk memastikan perusahaan-perusahaan tertentu, yaitu PT DNG dan PT RN, memenangkan tender proyek. Manipulasi ini melibatkan pengaturan proses agar perusahaan-perusahaan tersebut terpilih sebagai pelaksana proyek, meskipun seharusnya melalui mekanisme yang transparan dan kompetitif.
Selain itu, dalam beberapa kesempatan, kontraktor diduga ditunjuk secara langsung tanpa mematuhi mekanisme dan ketentuan yang berlaku, sehingga melewati proses tender yang adil. Pola korupsi ini juga melibatkan praktik suap atau gratifikasi, di mana pembayaran dilakukan oleh kontraktor swasta kepada pejabat sebagai imbalan atas fasilitasi kemenangan proyek dan pengaturan ilegal lainnya. Keberadaan dua “klaster” korupsi yang berbeda, yaitu Dinas PUPR Provinsi Sumut dan Satker PJN Wilayah 1 Sumut, dengan modus operandi yang serupa, mengindikasikan bahwa ini bukan sekadar insiden tunggal yang terisolasi, melainkan menunjukkan adanya lingkungan korupsi yang meluas dan meresap yang mempengaruhi berbagai entitas pekerjaan umum di Sumut.
Penyelidikan KPK telah mengidentifikasi lima individu kunci yang diduga terlibat dalam skema korupsi proyek jalan di Sumatera Utara. Mereka berasal dari sektor pemerintahan dan swasta, dengan peran yang saling terkait dalam memfasilitasi dan mendapatkan keuntungan dari praktik ilegal ini.
Topan Ginting, yang menjabat sebagai Kepala Dinas PUPR Provinsi Sumut, diduga memerintahkan bawahannya, RES, untuk menunjuk KIR, Direktur Utama PT DNG, sebagai rekanan tanpa melalui mekanisme dan ketentuan yang berlaku. Keterlibatannya mencakup proyek pembangunan Jalan Sipiongot Batas Labusel dan Jalan Hutaimbaru-Sipiongot yang bernilai total Rp157,8 miliar.
RES, Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Provinsi Sumut yang juga merangkap Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), ditunjuk oleh Topan Ginting. Bersama KIR, RES diduga mengatur proses e-katalog agar PT DGN memenangkan proyek pembangunan Jalan Sipiongot Batas Labusel. RES juga menerima uang dari KIR dan RAY melalui transfer rekening atas pengaturan ini.
Dari Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional (Satker PJN) Wilayah 1 Sumut, HEL, seorang Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), bertanggung jawab atas kontrak pengadaan dan anggaran. Ia diduga menerima uang sejumlah Rp120 juta dari KIR dan RAY dalam kurun waktu Maret 2024 hingga Juni 2025. Penerimaan uang ini terkait pengaturan proses e-katalog sehingga PT DGN dan PT RN terpilih sebagai pelaksana proyek.
Dari pihak swasta, KIR, Direktur Utama PT DNG, diduga ditunjuk sebagai rekanan tanpa prosedur oleh Topan Ginting dan RES. Bersama RES, KIR mengatur e-katalog agar PT DGN memenangkan proyek. KIR juga memberikan uang kepada RES dan HEL. Tercatat, PT DGN telah banyak mengerjakan proyek jalan di Sumut sejak tahun 2023.
RAY, Direktur PT RN, adalah anak dari KIR. Bersama ayahnya, ia diduga memberikan uang kepada RES dan HEL. PT RN juga telah banyak mengerjakan proyek jalan di Sumut sejak tahun 2023. Keterlibatan ayah dan anak ini menunjukkan potensi model bisnis korupsi berbasis keluarga, sementara catatan bahwa PT DGN dan PT RN telah mendapatkan banyak pekerjaan sejak 2023 mengindikasikan bahwa praktik korupsi ini telah berlangsung setidaknya selama dua tahun.
Para tersangka dalam kasus ini didakwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 (UU Tipikor). Secara spesifik, untuk pihak swasta, KIR dan RAY, disangkakan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor
juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sementara itu, untuk pejabat negara, TOP, RES, dan HEL, disangkakan Pasal 12 huruf a atau b, Pasal 11, atau 12B UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Kelima tersangka akan ditahan di Rutan Cabang KPK Gedung Merah Putih selama 20 hari ke depan, terhitung mulai 28 Juni hingga 17 Juli 2025.
Operasi Tangkap Tangan KPK di Sumatera Utara yang berujung pada penetapan lima tersangka ini merupakan langkah penting dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Kasus ini menggarisbawahi tantangan berkelanjutan dari korupsi dalam proyek infrastruktur publik di Indonesia, khususnya terkait dengan proses pengadaan. Keterlibatan berbagai entitas pemerintah dan perusahaan swasta, termasuk adanya hubungan keluarga antar tersangka, menunjukkan adanya masalah yang mengakar dan mungkin bersifat sistemik yang memerlukan pengawasan dan reformasi berkelanjutan. Tindakan cepat dan pendekatan metodis KPK, dari penangkapan hingga penetapan tersangka, menunjukkan komitmen dan kemampuan lembaga tersebut dalam memerangi korupsi.