Krimimal Pilihan redaksi Politik
Home » Dari Kampus ke Bareskrim: Mengurai Akar Kontroversi Ijazah Jokowi

Dari Kampus ke Bareskrim: Mengurai Akar Kontroversi Ijazah Jokowi

YOGYAKARTA, Cakrawala — Pada sebuah pagi yang tenang di bulan April 2025, suasana Gedung Rektorat Universitas Gadjah Mada tiba-tiba berubah tegang. Ratusan orang berkaus putih dan hitam dengan spanduk bertuliskan “Audit Ijazah Jokowi” memenuhi pelataran kampus.

Mereka datang bukan untuk seminar atau reuni akbar, melainkan untuk menggugat keabsahan selembar ijazah yang pernah dikeluarkan kampus ternama itu—atas nama Joko Widodo.I

su keaslian ijazah Jokowi bukan barang baru. Ini adalah babak terbaru dari polemik panjang yang telah dimulai sejak 2019, menyeret nama dosen, aktivis, mantan menteri, hingga lembaga penegak hukum. Sekalipun telah diklarifikasi berulang kali oleh UGM dan kini bahkan diuji forensik oleh Bareskrim Polri, sebagian publik tetap bergeming: ragu, curiga, bahkan menyangsikan lembaga negara sekalipun.

Politik Identitas dan Disinformasi

Tuduhan terhadap ijazah palsu Jokowi pertama kali menyeruak dari media sosial. Umar Kholid Harahap, seorang warga biasa, menuding bahwa SMA Jokowi tidak mungkin meluluskan karena sekolah itu baru berdiri setelah tahun kelulusannya. Tuduhan ini menyeretnya ke jeruji tahanan dengan status tersangka penyebar hoaks.

Proyek Kejar Tayang Kopdes Merah Putih dan PP Era Jokowi Dibatalkan Mahkamah Agung

Lalu datang gelombang kedua. Tahun 2022, Bambang Tri Mulyono, penulis Jokowi Undercover, mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Tuduhannya: ijazah UGM palsu. Gugatan itu berujung pencabutan karena Bambang sendiri menjadi tersangka ujaran kebencian.

Tak berhenti di sana. Tahun 2023 dan 2024, deretan nama seperti Eggi Sudjana, Hatta Taliwang, hingga Roy Suryo turut meramaikan pusaran isu. Puncaknya terjadi pada Maret 2025, ketika Rismon Hasiholan Sianipar, mantan dosen Universitas Mataram, merilis analisis teknis soal font Times New Roman di ijazah Jokowi. Menurutnya, font itu belum lazim digunakan pada era 1980-an.

UGM Buka Arsip, Jokowi Tunjukkan Map

Sebagai institusi penerbit ijazah, UGM akhirnya angkat suara. Dalam konferensi pers 15 April 2025, Wakil Rektor Prof. Wening Udasmoro menyatakan, “Joko Widodo adalah mahasiswa UGM yang terdaftar pada tahun 1980, nomor mahasiswa 80/34416/KT/1681, dan lulus pada 5 November 1985.” Disertai bukti skripsi, transkrip, serta dokumentasi wisuda, UGM menyatakan semua proses akademik telah dijalankan sesuai prosedur.

Beberapa hari kemudian, Jokowi sendiri muncul di hadapan wartawan di Solo. Dengan dua map berisi ijazah dari SD hingga universitas, ia memperlihatkan dokumen itu secara terbatas—tanpa boleh difoto. Ia menjelaskan bahwa foto berkacamata di ijazahnya adalah karena mata minus saat kuliah. Kacamata itu pecah dan tak sanggup ia ganti saat itu.

Mengungkap Tabir Kecurangan Beras Premium: Ancaman Tersembunyi di Balik Piring Nasi Kita

Namun pendekatan informal tak cukup. Pada 30 April 2025, Jokowi membawa kasus ini ke ranah hukum. Lima orang dilaporkannya ke Polda Metro Jaya atas dugaan pencemaran nama baik. Tim kuasa hukumnya menyatakan tengah menyiapkan gugatan perdata Rp100 miliar serta pemblokiran konten di media sosial.

Bareskrim Bicara Fakta

Tanggal 9 Mei 2025, ijazah asli Jokowi diserahkan ke Bareskrim untuk uji forensik. Pemeriksaan dilakukan terhadap bahan kertas, tinta, cap stempel, tanda tangan, hingga membandingkan dokumen dengan ijazah rekan seangkatannya. Pada 22 Mei, hasilnya diumumkan: ijazah Jokowi asli.

“Tidak ditemukan tindak pidana,” tegas Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro dari Bareskrim.

Verifikasi ilmiah ini menjadi simpul penutup dari segi hukum. Namun bukan berarti polemik selesai. Survei LSI menunjukkan 29 persen masyarakat masih menyimpan keraguan. Sementara di media sosial, tagar #AuditIjazah dan #SaveJokowi silih berganti mendominasi trending.

K Fitness Perkuat Eksistensi di Semarang: Cabang Hasanudin Resmi Dibuka dengan Inovasi dan Layanan Kelas Dunia

Menerka Arah Isu

Para analis menyebut isu ini sebagai upaya delegitimasi politik. Dalam survei CISA, mayoritas responden menyatakan bahwa tuduhan ini disebarkan oleh lawan politik Jokowi. Tujuannya: mencederai kredibilitas sang presiden serta pihak-pihak yang didukungnya di pilkada dan pemilu mendatang.

Ironisnya, justru simpati publik kepada Jokowi meningkat. “Rakyat kita cenderung memihak kepada tokoh yang difitnah,” ujar Burhanuddin Muhtadi, pengamat dari UIN Jakarta.

Menutup Cerita, Membuka Pelajaran

Dari Facebook ke ruang sidang. Dari kampus ke laboratorium forensik. Isu ijazah Jokowi menunjukkan bagaimana narasi politik dapat bertahan meskipun fakta telah berkali-kali mengoreksinya. Bagi sebagian pihak, ini bukan soal dokumen akademik, melainkan senjata wacana. Dan seperti senjata lain dalam politik, kebenaran kerap bukan tujuan akhirnya.

UGM telah bicara. Bareskrim telah menyatakan final. Tapi pertarungan narasi belum tentu usai. Dalam lanskap politik yang semakin terpolarisasi, kepercayaan publik tidak lagi sekadar berdasar pada bukti, tetapi pada siapa yang menyampaikan dan dari kubu mana mereka berasal. Dan di tengah pusaran itu, selembar ijazah menjadi pangkal kisah yang terlalu lama tak berkesudahan.