JAKARTA (Cakrawala) – Kejaksaan Agung (Kejagung) menggelar acara penyerahan kawasan hutan hasil penguasaan kembali oleh Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH).
Penguasaan kembali lahan sawit oleh negara dalam rangka pelaksanaan kegiatan penertiban kawasan hutan berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) nomor 5 tahun 2025.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati turut hadir dalam acara tersebut untuk melakukan penandatangan berita acara penyerahan kawasan hutan hasil penguasaan kembali yang diserahkan kepada PT Agrinas Palma Nusantara (Persero).
Pada acara tersebut Kejagung menyerahkan 216.997,75 hektar lahan sawit ke Agrinas Palma Nusantara.
Sebelumnya pada Senin (10/03) Kejagung telah menyerahkan 221.868,42 hektar ke BUMN tersebut.
Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejagung Febrie Adriansyah melaporkan bahwa data lahan berdasarkan ketersediaan peta, ada 1.177.19,344 hektar lahan sawit yang menjadi target penguasaan negara.
Sementara itu, Satgas PKH telah berhasil melakukan penguasaan kembali lahan seluas 1.001.674,14 hektar.
“Dapat kami kuasai hingga hari ini seluas 1.100.674,14 hektar. Ini kita kuasai tersebar di 9 provinsi, 64 kabupaten, dan terdiri dari 369 perusahaan,” ungkap Febrie, dilansir.laman resmi Kemenkeu,.26 Matet 2025..
Kebun sawit seluas itu semula merupakan lahan hutan milik negara yang dikelola oleh 369 perusahaan swasta dengan tidak memenuhi ketentuan, alias ilegal.
Lahan seluas itu tersebar di 64 kabupaten di wilayah 9 provinsi.
Febrie mengaku masih banyak kendala yang dihadapi dalam proses penguasaan kembali lahan hutan milik negara. Kendala pertama, kata dia, Satgas PKH belum bisa melakukan penagihan denda saat menguasai kembali lahan hutan negara.
“Karena perubahan PP Nomor 24 tahun 2021 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif dan Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berasal dari denda administratif di bidang kehutanan masih dalam pembahasan,” ujar Febrie.
Kedua, masih ada ada beberapa masalah hukum yang sedang dalam proses identifikasi. Salah satunya terkait aset yang dijadikan sebagai tanggungan kepada pihak perbankan.
“Sehingga ini akan berisiko juga secara umum. Namun ini sedang kita upayakan penyelesaiannya dengan Kementerian BUMN,” katanya. (Redaksi)