SEMARANG (Cakrawala) – Menjelang Ramadhan di Kota Semarang selalu ada tradisi Dugderan dengan ciri khas Warak Ngendog.
Warak Ngendhog merupakan makhluk mitologi yang menjadi ciri khas Kota Semarang dan kerap dijumpai saat perayaan dugderan menyambut bulan Ramadan.
Warak Ngendog adalah makhluk rekaan yang wujudnya berupa gabungan dari tiga hewan. Kepala Warak Ngendog seperti naga, tubuhnya seperti burak (kendaraan Nabi Muhammad ketika Isra), dan kakinya menyerupai kaki kambing.
Dalam kepercayaan masyarakat Semarang, tiga hewan tersebut merupakan representasi dari tiga etnis yang berbeda, yakni etnis Tionghoa (naga), Arab (burak), dan Jawa (kambing).
Wujud Warak Ngendog dipercaya menggambarkan keragaman dan kerukunan etnis yang ada di Semarang. Sejarah munculnya Warak Ngendog dan siapa penciptanya tidak diketahui secara pasti. Masyarakat Semarang umumnya meyakini bahwa Warak Ngendog sudah ada sejak awal mula pendirian Kota Semarang.
Ketika Ki Ageng Pandan Arang mendirikan Kota Semarang dan menjadi bupati pertamanya, makhluk rekaan ini diduga sudah hadir di tengah masyarakat. Warak Ngendog bahkan menjadi salah satu media Ki Ageng Pandan Arang untuk menyebarkan agama Islam.
Istilah Warak Ngendog terdiri atas dua kata dalam bahasa Jawa, yakni warak yang artinya badak, dan ngendog yang berarti bertelur. Dengan begitu, secara harfiah Warak Ngendog berarti badak yang bertelur. Namun, pendapat lain meyakini bahwa kata warak berasal dari bahasa Arab yang artinya suci, dan ngendog merupakan bahasa Jawa yang artinya bertelur.
Arif Rahman, salah satu perajin warak ngendhog menceritakan, perwujudan kepala warak ngendok yang asli menyerupai Buraq atau kendaraan yang digunakan Nabi Muhammad SAW dalam perjalanan Isra Mi’raj bukan naga seperti sekarang.
“Kalau ingin melihat aslinya warak ngendhog ada di masjid Agung Semarang, dan yang dibuat selama ini serta patung dengan kepala naga yang ada di jalan Pandanaran itu salah,” tegasnya.
Replika hewan yang menjadi ciri khas Kota Semarang ini kerab dipesan oleh sejumlah instansi pemerintah seperti kantor Kecamatan, Kelurahan dan sekolah.
“Kalau hari biasa biasanya mahasiswa yang memesan, tapi kalau jelang ramadan seperti ini instansi pemerintah dan sekolah,” jelasnya.
Menurut Arif, dalam pengerjaan warak ngendhok sendiri bisa membutuhkan waktu satu malam untuk ukuran 2,5×1,5 meter.
“Kalau proses pembuatan cepet, bisa satu malam untuk ukuran tanggung yang penting barang semua sudah tersedia,”bebernya.
Warak ngendhog yang dibuat dari rangka kayu palet, yang dibalut dengan kertas kotan dan dilapisi kertas minyak aneka warna ini dijual mulai dari Rp50 ribu hingga Rp3,5 juta.(Redaksi)