Jakarta, Cakrawala – Pada Jumat, 24 Januari 2025, nilai tukar rupiah ditutup melemah di level Rp16.275 per dolar Amerika Serikat (AS). Pelemahan ini sejalan dengan tren penurunan mata uang regional lainnya, dipengaruhi oleh dinamika pasar global dan domestik.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, menyatakan bahwa hingga 23 Januari 2025, rupiah telah melemah sebesar 1,14% secara point-to-point. Ia menambahkan bahwa preferensi investor terhadap aset berbasis dolar AS menjadi faktor utama penguatan indeks dolar (DXY), yang berdampak pada pelemahan mata uang negara berkembang, termasuk rupiah.
Selain itu, rencana pemerintah Indonesia untuk memberlakukan aturan baru yang mewajibkan eksportir sumber daya alam menahan seluruh hasil ekspor mereka di dalam negeri selama minimal satu tahun juga memengaruhi sentimen pasar. Aturan ini bertujuan untuk meningkatkan cadangan devisa dan menstabilkan rupiah, namun menimbulkan kekhawatiran di kalangan eksportir terkait potensi gangguan arus kas.
Di sisi lain, Presiden Prabowo Subianto menginstruksikan pemotongan anggaran belanja negara sebesar Rp306,7 triliun, atau sekitar 8% dari total belanja yang disetujui untuk tahun 2025. Langkah ini diambil untuk meningkatkan efisiensi pengeluaran pemerintah dan menjaga stabilitas fiskal.
Analis pasar keuangan menilai bahwa kombinasi faktor eksternal, seperti penguatan dolar AS akibat kebijakan moneter yang ketat, dan faktor domestik, termasuk kebijakan fiskal dan regulasi baru, berkontribusi pada pelemahan rupiah. Mereka menyarankan agar pelaku pasar tetap waspada dan mempertimbangkan strategi lindung nilai untuk mengantisipasi volatilitas nilai tukar.
Bank Indonesia terus memantau perkembangan pasar dan siap mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.