Oleh Edy Barlianto
SEMARANG (Cakrawala) – Kalangan DPRD Jawa Tengah akan mendesak pemerintah baru untuk mengkaji Perda yang tidak sinkron dengan ketentuan pusat.
Anggota Komisi B DPRD Jateng, Muhamad Farchan mengatakan saat ini masih banyak aturan daerah dan pusat yang tidak sinkron itu justru menghambat program pembangunan.
“Kepada pemerintahan baru di daerah besok setelah ditetapkan kami akan ajukan revisi Perda yang tidak sinkron,” ujarnya Rabu 15 Januari 2025.
Farchan mengemukakan hal itu menjawab Cakrawala dalam Diskusi Publik bertajuk ‘DPRD Baru Harapan Baru’ yang digelar Forum Wartawan Peliput DPRD & Pemprov Jateng (FWPJT) bersama Bank Jateng di Hotel Front One.
Menurut legislatif dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI) ini, terdekat nantinya DPRD akan mengajukan usulan penijuan Perda terkain pemanfaatan lahan, terutama tentang penetapan lahan sawah dilindungi (LSD) dan lahan pertanian pangan berkesinambungan (LP2B).
Kedua peraturan tersebut sering menjadi kendala bagi pengusaha untuk berinvestasi, karena terkesan tumpang tindih. Penetapan LSD ada di kementerian ATR/BPN, sedangkan LP2B menjadi kewenangan daerah.
Penetapan luasan lahan pertanian tersebut merupakan komitmen pemerintah untuk pencapaian program swasembada beras. Namun di sisi lain kementerian PUPR pada pemerintahan Presiden Prabowo menargetkan pembangunan rumah baru sebanyak 3 juta unit.
“Ini kan tidak sinkron sehingga menghambat realisasi program pembangunan,” tegas Farchan.
Hal itu dikeluhkan banyak pengusaha karena berakibat sulitnya kepengurusan lahan usaha.
“Selain revisi Perda, legislatif juga akan meminta penataan aparatur daerah. ASN yang punya kompetensi dan punya komitmen saja yang menjadi pengambil keputusan” katanya.
Rencana Tata Ruang
Puji Astuti, pengamat kebijakan publik dari Universitas Diponegoro (Undip) mengapresiasi rencana legislatif untuk mendesakkan pemerintah membenahi perda.
Menurut dia langkah dewan tersebut idealnya melalui komunikasi bersifat negosiasi dan kolaborasi, bukan konfrontasi.
Selain itu, Puji berharap hasil dari langkah tersebut bermuara kepada Rencana Umum Tata Ruangitu benar-benar pro kebijakan yang pro rakyat.
“Jangan sampai nanti rencana tata ruang berubah menjadi rencana tata uang, karena kebijakanya pro modal bukan pro rakyat,” tegasnya.
Ia mencontohkan, wilayah Semarang atas yang seharusnya menjadi kawasan konservasi kini menjadi pemukiman. Hal itu menunjukkan kebijakan yang pro modal.